REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan sejumlah capaian Kemenag selama empat tahun belakangan, diantaranya tengang Program Kemandirian Pesantren. Setelah pesantren mandiri secara ekonomi, Gus Men berharap tidak ada lagi orang yang mempermainkan pesantren.
Dia mengatakan, sekarang ini Kementerian Agama sudah berhasil memberikan sebuah program kemandirian ekonomi untuk 3.600 pesantren.
"Meskipun itu belum terlalu banyak dibanding jumlah pesantren yang 42 ribu, tetapi kita sudah memulai. Ada 3.600 pesantren yang sudah mendapatkan program kemandirian pesantren," ujar Gus Men saat sambutan dalam acara Religion Fest yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta Utara, Rabu (9/10/2024)
Dengam bantuan itu, hasilnya sekarang sudah ada 432 pesantren yang sudah memiliki Badan Usaha Milik Pesantren (BUMPES). Badan ini lah yang akan membuat pesantren lebih mandiri secara ekomomi.
"Ini tentu hal yang luar biasa, karena pesantren yang selama ini diidentifikan dengan sebuah lembaga pendidikan yang tergantung kepada pihak-pihak lain di luar pesantren, sehingga mudah dipermainkan, sehingga mudah diatur-atur, terutama ketika ketemu dengan momentum-momentum politik," ucap Gus Men.
"Dengan kemandirian ekonomi pesantren ini, maka kita berharap pesantren tidak ada lagi yang bisa mempermainkan mereka," kata dia.
Jika mandiri secara ekonomi dan mendidik santri dengan baik, tambah dia, maka pesantren akan menghasilkan anak-anak yang memiliki masa depan yang tidak memiliki ketergantungan kepada orang di luar mereka.
"Ini harapan yang kita torehkan kenapa kemandiran pesantren menjadi program yang harus sukses," jelas Gus Men.
Sementara, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Basnang Said menjelaskam, pada 2024 ini pihaknya juga akan melahirkan ekonomi hub pesantren atau yang disebut dengan Community Economic Hub.
Program Kemenag ini bertujuan mewujudkan pesantren yang mandiri secara ekonomi dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
"Jadi pangkalan ekonomi apapun dicari dari oleh dan untuk pesantren. Jadi tidak kemana-mana. Misal, jika ada sebuah pondok mau membeli beras maka tidak mengambil beras dari yang lain, tapi mengambil juga dari ekosistem yang ada di dalam pondok pesantren itu," kata Basnang.
"Sehingga perputaran uang itu benar-benar terjadi di internal pondok pesantren," ucap dia.