REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pada September 2024, nilai ekspor Indonesia sekitar 22,08 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Jumlah demikian mengalami penurunan secara bulanan, sebesar 5,80 persen dibandingkan Agustus 2024 (month to month/mtm).
PTL Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti merincikan nilai ekspor migas tercatat senilai 1,17 miliar dolar AS, atau turun 2,81 persen (dibandingkan Agustus 2024). Lalu ekspor nonmigas juga turun sebesar 5,96 persen, dengan nilai 20,91 miliar dolar AS.
"Penurunan nilai ekspor September 2024 secara bulanan, didorong oleh penurunan ekspor nonmigas, terutama pada komoditas lemak dan hewan nabati (HS 15), biji logam, kerak, dan abu (HS 26), mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85)," kata Amalia, dalam konferensi pers, di kantornya, di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Ia menjelaskan, penurunan ekspor migas terutama didorong oleh penurunan nilai ekspor gas, dengan andil sebesar -0,27 persen. Namun secara tahunan nilai ekspor pada September 2024, mengalami peningkatan sebesar 6,44 persen. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas, terutama pada bahan bakar mineral (HS 27), logam mulia dan perhiasan atau permata (HS 71), serta kakao dan olahannya HS (18).
BPS menjelaskan beberapa catatan peristiwa yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan bulan September 2024. Pertama pada September 2024, perubahan harga komoditas di pasa internasional bervariasi. Kemudian, peningkatan harga bulanan terjadi pada komoditas pertanian, logam mineral, dan logam mulia. Sementara, harga komoditas energi mengalami penurunan yang didominasi penurunan harga minyak mentah.
Pada September 2024, PMI Manufaktur di beberapa negara mitra dagang utama menunjukkan pelemahan alias berada di zona kontraksi, seperti China (49,3), Amerika Serikat (47,3), dan Jepang (49,7). Sementara, di India (56,5) PMI masih berada di zona ekspansif.