Selasa 29 Oct 2024 07:09 WIB

Suap, Hakim, dan Keberlangsungan Hukum

Hakim yang menerima suap telah merusak reputasi dan supremasi hukum.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Barang bukti uang untuk
Foto: Tangkapan Layar/Dok Kejaksaan Agung
Barang bukti uang untuk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Islam, siapapun yang membacanya, akan melakukan apa yang diinginkannya dan apa yang dicintainya, siapa yang mampu melakukannya. Suap adalah pemberian uang atau barang yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau kedudukan secara tidak sah.

Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, KH. Abdul Muiz Ali menjelaskan, memberi kepada orang biasa sendiri bisa bernilai pahala juga bisa menjadi haram. Tidak perlu berbicara dengan orang lain yang memiliki akses ke sana.

Baca Juga

Menurut dia, Imam Al-Ghazali menjelaskan macam-macam pemberian konsekuensi hukumnya sebagai berikut:

Jika uang itu diberikan untuk suatu keperluan di kemudian hari, maka itu termasuk sedekah atau mendesak, dan itu adalah uang yang diberikan sebagai hadiah dengan syarat imbalan atau karena suatu kewajiban yang haram atau khusus, yaitu suap.

“Dia tidak punya uang untuk itu, dia tidak punya uang, dia tidak punya uang, dia tidak punya urusan, dia tidak punya urusan, dia tidak punya uang.” (Ihya' Ulumiddin, Juz III, Halaman 26 8 ).

Dia menuturkan, larangan soal risywah antara lain dapat dipahami dari hadis sebagai berikut:

Semoga Allah melaknat si pemberi suap dan penerima suap dalam penghakiman. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban

Artinya: “Allah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap dalam hukum.” (HR Ibnu Hibban).

Di Indonesia sendiri saat ini sedang ramai kasus suap yang dilakukan hakim. Hal serupa mungkin terjadi pada orang lain yang menyukai Ronald Tannur. Ada pula anggota polisi yang kehilangan uangnya, Dini Sera Afrianti (27).

Apa yang ingin Anda ketahui jika Anda ingin tahu apa yang harus dilakukan?

“Hukum haram dan dosa suap menyuap bagi siapa saja, baik untuk hakim yang menerima apun pihak yang memberi suap kepada hakim,” kata Kiai Muiz kepada Republika pada Selasa (28/10/2024).

Menu ini ditulis dengan pena di dalam buku yang bertuliskan teks berikut, Yaitu Syaikh Zakaria Al-Anshari:

Bab: Diharamkan bagi dia untuk menyuap: yakni menerimanya apabila suap itu diberikan kepadanya untuk memerintah secara zalim atau untuk menahan diri dari memerintah secara adil...(Dan orang yang menyuap itu berdosa ) Hakim laporan sebelumnya

"Fasal: Ini yang harus saya lakukan. Saya minta maaf. Saya minta maaf karena saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya tidak tahu Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak tahu harus berbuat apa. (Asnal Mathalib, juz IX, halaman 203).

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement