Kamis 21 Nov 2024 22:40 WIB

IHT Minta Pamerintah Tindak Tegas Peredaran Rokok Ilegal

Sebanyak 6 juta pekerja terlibat dalam IHT.

Pemerintah membentuk kawasan industri hasil tembakau (KIHT) sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau.
Foto: Dok. Bea Cukai
Pemerintah membentuk kawasan industri hasil tembakau (KIHT) sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peredaran rokok ilegal semakin marak terjadi di Indonesia. Survei yang dilakukan oleh Indodatamenunjukkan, peredaran rokok ilegal mencapai 46,95 persen.

Direktur Eksekutif Indodata, Danis T.S Wahidin, mengungkapkan bahwa tiga variabel utama—persepsi produk, harga, dan aksesibilitas—memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen untuk mengonsumsi rokok ilegal, yang ditunjukkan dengan peningkatan perokok ilegal di Indonesia.

Baca Juga

“Perkembangan perokok ilegal tahun ini mencapai 46,95 persen. Padahal, pada 2021 jumlahnya 28,12 persen, dan naik sedikit pada 2022 dengan 30,96 persen. Tahun ini, jumlahnya meningkat jauh,” ujar Danis.

Tingginya peredaran rokok ilegal menimbulkan kerugian bagi industri hasil tembakau (IHT). Sebagai industri dengan 6 juta pekerja yang menggantungkan sumber mata pencahariannya, keterlibatan pihak terkait dalam perumusan kebijakan(meaningful participation) menjadi sebuah keharusan agar dapat memperoleh perspektif seluas mungkin sebagai dasar pengambilan keputusan yang efektif.

Peredaran rokok ilegal yang semakin marak turut mendapat reaksi dari industri. Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi mengungkapkan bahwa hal ini harus segera diatasi. Rokok ilegal akan menurunkan penjualan yang berdampak pada penurunan produksi, sehingga akan berdampak pula pada seluruh pekerja dan petani.

Untuk itu, IHT harus bisa terlindungi dari serangan rokok ilegal yang dapat mematikan industri. “Jelas sekali maraknya rokok ilegal ini merugikan semua pihak. Produksi, peredaran, dan penjualan rokok ilegal harus dipandang sebagai sebuah kejahatan yang luar biasa atau extraordinarycrime, sehingga pemberantasannya tidak bisa dilakukan secara biasa. Pemerintah sudah bekerja, tapi menurut saya belum optimal. Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pelaku utamayang ditangkap,” ujarnya saat dihubungi.

Saat ini, aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah puncenderung membuat industri berada dalam situasi sulit. Misalnya saja, pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan) yang salah satunya mengatur pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, disusun tanpa melibatkan pihak yang terdampak.

Pun perumusan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau) yang salah satunya mengatur mengenai penyeragaman kemasan, sangat berpotensi membuat rokok ilegal semakin sulit dibedakan dengan produk legal bila benar-benar dilanjutkan.

Untuk itu, ia meminta pemerintah benar-benar berupaya mengatasi persoalan rokok ilegal yang semakin menjamur di Indonesia.

“Pemerintah perlu lakukan pemberantasan rokok ilegal secara terkoordinasi. Pemerintah jangan membuat kebijakan yang justru mendorong berkembangnya rokok ilegal seperti kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi, terlalu jauh dari kemampuan daya beli masyarakat. Kebijakan yang mengarah pada penyeragaman kemasan baik warna maupun tulisan dan kebijakan yang terlalu restriktif pada penjualan dan iklan rokok - kombinasi itu semua akan sangat menguntungkan rokok ilegal,” ucapnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement