Jumat 13 Dec 2024 21:00 WIB

Konferensi Internasional Ukrida Soroti Tantangan Global Inklusi dan Keberlanjutan

Ukrida hadirkan pakar internasional bahas inklusi di level global

Ilustrasi keberlanjutan. Ukrida hadirkan pakar internasional bahas inklusi di level global
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Ilustrasi keberlanjutan. Ukrida hadirkan pakar internasional bahas inklusi di level global

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) menyelenggarakan UKRIDA International Conference (UIC) 2024 virtual dengan mengusung tema Toward Inclusive Excellence – Diversity, Equity, and Inclusion (DEI), Multiliteracy, and Well-being in Academia and Industry. 

Konferensi dala upaya meningkatkan kualitas inovasi dan penelitian pendidikan tinggi di Indonesia ini mencakup dua area utama yakni The International Conference on Sustainability Through Humanities and Social Sciences (ICSHSS) dan The International Conference on Sustainability Technology and Healthcare Engineering (ICSTHE), yang dihadiri oleh kurang lebih 377 peneliti, dosen, dan mahasiswa dari berbagai negara.

Baca Juga

ICSHSS dan ICSTHE 2024 hadir sebagai forum bagi para ahli dan peneliti dalam dan luar negeri dari berbagai disiplin ilmu untuk berbagi perspektif dan temuan penelitian guna mengatasi tantangan global yang kompleks terkait inklusi dan keberlanjutan.

Ketua UKRIDA International Conference (UIC) 2024, Dr Diana Frederica, mengatakan Konferensi Internasional UKRIDA (UIC) adalah acara unggulan dari Rangkaian Perayaan Ulang Tahun ke-57 UKRIDA.

Dia menyampaikan, UKRIDA International Conference (UIC) merupakan bagian dari rangkaian perjalanan Dies Natalis ke-57 UKRIDA yang bertemakan Send Forth Your Light, menyoroti peran UKRIDA sebagai perguruan tinggi terakreditasi unggul dalam menumbuhkan budaya inklusivitas, keragaman, dan kesejahteraan holistik di dalam dan di luar ekosistem pendidikan tinggi.

Melalui konferensi ini, UKRIDA menjembatani para peneliti, dosen, mahasiswa Indonesia untuk menjalin kolaborasi dengan peneliti dari berbagai negara, termasuk Amerika, Vietnam, Turkiye, Kamboja, India, Australia, dan negara-negara lainnya.

Konferensi ini diselenggarakan bersama dengan beberapa mitra perguruan tinggi lainnya, antara lain Eastern Samar State University (ESSU) Filipina, Universitas Kristen Maranatha Bandung, Universitas Cenderawasih Papua, STIAB Jinarakkhita Lampung, dan Universitas Mahasaraswati Denpasar.

“Konferensi ini bertujuan untuk mendorong pertukaran wawasan dan temua tentang isu-isu global yang mendesak dan praktik penelitian yang inovatif, serta mempromosikan kolaborasi lintas disiplin ilmu,” ungkap Rektor UKRIDA Prof Herman Parung, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (13/12/2024). 

Dia menyampaikan bahwa konferensi ini merupakan ruang kolaborasi multidisiplin ilmu untuk memperoleh solusi dari berbagai isu-isu global.

ICSHSS dan ICSTHE 2024 menghadirkan deretan pembicara terbaik seperti Prof Bryon J Good dari Harvard University USA, Dr Ahmad Agus Setiawan dari Kantor Staf Presiden RI, Prof Chi-Chia Sun dari National Taipei University Taiwan, Assoc Prof Omer Faruk Rencber dari Gaziantep University Turkiye, Dr Manash Pratim Pathak dari Assam down town University India, Prof R Eko Indrajit Indonesia, Dr Roberta Borgen (Neault) GCDFiKamboja, serta para peneliti dan dosen lainnya dengan pendekatan komprehensif.

Professor of Medical Anthropology, Harvard University USA, Byron Good,  dalam pembahasannya mengenai Decolonizing’ Academic and Clinical Practices in Culturally Diverse Indonesia menyatakan bahwa Diversity, Equity, and Inclusion (DEI) bukanlah sekadar program atau kebijakan, melainkan komitmen etis untuk terus-menerus menelisik ketidakadilan struktural, menghargai keragaman, dan menciptakan ruang untuk setiap individu dapat mengembangkan potensi penuhnya tanpa dibatasi oleh sekat-sekat sosial, budaya, atau ekonomi.

BACA JUGA: Mengapa Stabilitas Suriah Penting dan Jangan Sampai Jatuh di Tangan Pemberontak?

Dia juga menekankan pentingnya memahami konteks budaya, sejarah, dan sosial dalam mewujudkan kesetaraan di Indonesia.

Prof Byron mengungkap pengamatannya di Harvard, yaitu fenomena kesenjangan kemampuan belajar yang kompleks pada mahasiswa Kedokteran yang memiliki latar belakang heterogen.

“Bakat itu ada di mana-mana, tetapi kesempatan tidak selalu ada,” kata dia. Pernyataan ini mengajak para akademisi untuk melihat keberagaman sebagai kekuatan, bukan sekadar tantangan.

Prof Byron mendorong inklusivitas menjadi praktik nyata yang memberdayakan dan menghargai martabat setiap individu, termasuk memberikan dukungan komprehensif bagi mahasiswa dengan berbagai keterbatasan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement