Selasa 14 Jan 2025 07:29 WIB

Logika Sederhana Nelayan Ini Balikkan Tuduhan Agung Sedayu Group dan JRP soal Pagar Laut

Pembuat pagar laut di perairan Tangerang, Banten belum benar-benar terkuak.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Mas Alamil Huda
Foto udara pagar laut terlihat di perairan Kampung Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). Pagar laut di pesisir Laut Tangerang, Banten itu terbentang sepanjang 30,16 kilometer.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto udara pagar laut terlihat di perairan Kampung Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). Pagar laut di pesisir Laut Tangerang, Banten itu terbentang sepanjang 30,16 kilometer.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Maun (55 tahun), salah seorang nelayan asal Desa Tanjung Pasir, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten menampik tuduhan pagar laut di perairan Tangerang adalah buatan nelayan. Menurutnya, hal itu tidak logis karena keberadaan pagar laut justru menghambat aktivitas nelayan.

“Namanya nelayan di sini kami dirugikan, karena jalan kami ketutup membuat kami sulit ini. Masa kami yang masang kami yang sengsara?” kata Maun ketika ditemui Republika, Senin (13/1/2025).

Baca Juga

“Nelayan mana mungkin beli bambu itu, nggak murah, mahal, panjang berapa puluh kilometer, boro-boro mau beli bambu nancepnya juga buang waktu. Harusnya kita melaut jadi enggak, kan nggak mungkin,” katanya menambahkan.

Maun juga memastikan bahwa nelayan di Tanjung Pasir tidak terlihat dengan aktivitas pemasangan pagar laut itu. Namun, ia juga tak menampik ada kemungkinan nelayan di daerah lain yang ikut serta. Ia mengatakan hal tersebut dimungkinkan karena cuaca sedang tidak mendukung untuk melaut.

“Kalau di sini nggak ada (nelayan yang pasang), justru kita minta solusi aja supaya jangan di pagar untuk kita ini (melaut) nggak bisa,” katanya.

“Mungkin di tempat lain ada juga, tapi jangan disalahkan juga nelayan istilahnya kerja, kan musim angin agak susah melaut dan ditawari kerjaan nancep (bambu) kan begitu, tapi di sini nggak ada (nelayan) sama sekali di daerah ini,” katanya.

Justru, pihaknya mengungkapkan bahwa yang terlibat penancapan itu adalah pihak RT maupun RW setempat. “Itu memang yang nancep pegawai desa, ikut nancep (RT/RW),” katanya.

Disinggung soal adanya pagar laut tersebut dapat mencegah abrasi, pihaknya mengatakan bahwa itu kebohongan. Ia mengatakan masyarakat sekarang sudah cerdas dan tidak bisa dibodohi. Menurutnya, pagar tersebut juga akan ambruk sendiri apabila terkena ombak maupun rob.

“Itu benar-benar bohong, yang ngomong itu kalau bener suruh datang ke Tanjung Pasir khususnya, bertemu sekalian dengan para nelayan daerah pesisir,” katanya.

Nggak mungkin (mencegah abrasi), makanya masyarakat sekarang itu udah pinter jangan ngomong seperti itu lah. Roboh, jangankan rob, kena ombak baratan aja rusak, itu rusak bukan karena dicabut tapi karena kena ombak,” katanya menambahkan.

Nelayan lainnya, Nano (60) mengungkapkan hal yang serupa. Ia mengungkapkan pernah meminta agar pagar laut tersebut tak menghalangi jalur melaut para nelayan ketika pertama kali pemasangan pagar laut di Tanjung Pasir. Namun, ia menegaskan bahwa jika penolakan itu bukan untuk menghalangi pembuatan pagar laut namun hanya untuk memperjuangkan jalur melaut para nelayan.

“Jiwa nelayan memperjuangkan jalurnya itu. Pertama, protes itu karena jalur kapal, jadi yang dikasih itu dangkal, nah kalau nyangkut, (kapalnya) kebalik kena ombak gimana?” katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement