Senin 03 Mar 2025 04:31 WIB

Tak Disentuh Distributor AS, Dapatkah Film Palestina ‘No Other Land’ Menang Oscar?

No Other Land menggambarkan secara teperinci brutalnya penjajahan Israel.

Pengunjuk rasa Palestina menghadapi pasukan keamanan Israel selama unjuk rasa menentang penggusuran di desa Yatta, Tepi Barat, 17 Juni 2022. Kejadian itu salah satu yang disoroti film No Other Land.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Pengunjuk rasa Palestina menghadapi pasukan keamanan Israel selama unjuk rasa menentang penggusuran di desa Yatta, Tepi Barat, 17 Juni 2022. Kejadian itu salah satu yang disoroti film No Other Land.

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES – Film dokumenter besutan sutradara Palestina dan Israel “No Other Land” yang menggemparkan dan mendapat banyak pujian masuk nominasi Piala Oscar yang bakal digelar hari ini. Ironisnya, tak satupun distributor maupun layanan streaming di AS melirik film itu. 

Film itu mengisahkan secara personal komunitas Masafer Yatta yang terkepung di Tepi Barat yang diduduki ketika pasukan Israel menghancurkan rumah-rumah penduduk dan mengusir keluarga-keluarga dari tanah tempat mereka tinggal selama beberapa generasi. Israel mencaplok kalah itu dan  mengklaim bahwa daerah tersebut diperlukan untuk tempat pelatihan militer.

Baca Juga

Disutradarai oleh pembuat film Palestina Basel Adra dan Hamdan Ballal bersama pembuat film Israel Yuval Abraham dan Rachel Szor, “No Other Land” telah menerima pujian kritis dan mengumpulkan banyak penghargaan di lingkaran festival dunia. Setelah memenangkan penghargaan dokumenter terbaik pada pemutaran perdana Festival Film Internasional Berlin pada bulan Februari lalu, film ini juga mendapatkan hadiah yang sama di Gotham Awards dan dari kelompok kritikus besar di New York dan Los Angeles. Beberapa minggu yang lalu, ia menerima nominasi Oscar.

Kritikus memuji urgensi dari film itu dan penggambaran kuat brutalnya penjajahan Israel. Film itu, yang selesai diambil menjelang Oktober 2023, menegaskan penderitaan dan keteguhan rakyat Palestina di bawah penjajahan Israel.

Meski begitu, belum ada studio Amerika yang bersedia membeli film terkenal ini, meskipun para distributor biasanya menghabiskan waktu sepanjang tahun ini dengan penuh semangat untuk membual tentang perolehan nominasi Oscar mereka.

“Saya masih berpikir itu mungkin, tapi kita harus melihatnya,” kata Abraham kepada the New York Times pekan lalu. “Jelas ada alasan politik yang mempengaruhi hal ini. Saya berharap pada titik tertentu permintaan terhadap film ini akan menjadi begitu jelas dan tidak dapat disangkal sehingga akan ada distributor yang berani menerima dan menunjukkannya kepada penonton.”

Sementara itu, para sutradara telah memulai rencana distribusi mandiri yang akan menayangkan “No Other Land” di 23 bioskop AS; didukung oleh box office yang kuat, film ini akan terus diluncurkan ke kota-kota lain selama beberapa minggu mendatang.

Adra dan Abraham bukan hanya bagian dari tim penyutradaraan film tersebut, namun juga dua subjek utamanya. Adra (28 tahun), dibesarkan di Masafer Yatta dan telah mendokumentasikan pengusiran paksa tersebut sejak ia masih remaja. Sepanjang film tersebut, ia membangun ikatan yang kuat namun tegang dengan Abraham, yang tinggal di Yerusalem tetapi sering bepergian ke Masafer Yatta untuk menulis tentang situasi di sana kepada penonton Israel.

“Saya benar-benar ingin mengatakan sesuatu yang sangat pribadi karena bahkan dengan kesuksesan ‘No Other Land’, keadaan tetap menjadi sangat buruk,” kata Adra, yang merinci bagaimana desanya sekali lagi diserang oleh pemukim bersenjata pada minggu-minggu sebelum nominasi Oscar diumumkan.

 
photo
Aktivis perdamaian Palestina, Israel dan asing memindahkan batu yang menghalangi jalan yang melewati dekat pemukiman Yahudi Israel di Mezbi yair, Masafer Yatta, Tepi Barat, Jumat, 13 Mei 2022. - (AP/Nasser Nasser)

Para pembuat film berharap bahwa kampanye penghargaan ini dapat menghasilkan peningkatan kesadaran global akan situasi sulit di Masafer Yatta. Untuk itu, mereka masih memimpikan distributor AS yang akan membantu “No Other Land” menjangkau lebih banyak penonton.

“Kami mengerjakan hal ini selama lima tahun dan Basel mempertaruhkan nyawanya – saya melihat dia hampir tertembak dua atau tiga kali,” kata Abraham. “Hanya sedikit keberanian untuk memberikan panggung yang kami yakini layak, yang layak diterima oleh masyarakat Masafer Yatta. Tapi kami masih berharap hal itu akan berubah.”

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement
Advertisement