Selasa 15 Mar 2016 14:58 WIB

PSHK: Pemerintah Harus Atur Transportasi Berbasis IT

Red: Bilal Ramadhan
 Peluncuran GrabCar Lamborghini di Jakarta, Rabu (21/10).  (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Peluncuran GrabCar Lamborghini di Jakarta, Rabu (21/10). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Ronald Rofiandri mendesak pemerintah segera mengatur transportasi berbasis aplikasi teknologi informasi bukan malah memblokir dan melarangnya.

"Mengingat kebutuhan masyarakat akan sistem transportasi publik yang baik, sehingga PSHK mendorong pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak memblokir layanan Grab dan Uber, karena keberadaan keduanya diperlukan masyarakat," kata Ronald, di Jakarta, Selasa (15/3).

Dia menegaskan bahwa PSHK justru mendesak pemerintah seharusnya membuat kerangka pengaturan yang dapat mengikat perusahaan aplikasi transportasi, penyedia jasa angkutan pengguna aplikasi, dan konsumen.

"Merevisi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, dan memasukkan pengaturan transportasi publik berbasis aplikasi dalam UU dan PP tersebut," kata Ronald lagi.

Sebelumnya beredar Surat Menteri Perhubungan?No: AJ.206/1/1/PHB/2016?tanggal 14 Maret 2016 kepada Menteri Komunikasi dan Informatika perihal permohonan pemblokiran aplikasi pemesanan angkutan (Uber Taksi dan Grab Car). Surat ini kembali memicu kontroversi soal transportasi berbasis aplikasi.

Menurut PSHK, surat itu menjadi jilid II kontroversi transportasi berbasis aplikasi antara Menteri Perhubungan dan perusahaan aplikasi transportasi, menyusul adanya Surat Menteri Perhubungan No: UM.302/1/21/Phb/2015 tanggal 9 November 2015 yang dilayangkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia perihal kendaraan pribadi (sepeda motor, mobil penumpang, mobil barang) yang digunakan untuk mengangkut orang dan/atau barang dengan memungut bayaran.

"Surat pertama itu kemudian dicabut atas desakan masyarakat dan Presiden Joko Widodo," kata Ronald.

PSHK mencontohkan inisiatif yang dilakukan di Negara Bagian California (Amerika Serikat), Negara Bagian New South Wales (Australia), Kota Canberra (Australia), Edmonton (Kanada), dan Malaysia dalam mengakomodir pengaturan tranportasi berbasis aplikasi perlu menjadi perhatian dan contoh bagi Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement