Sabtu 06 Feb 2021 16:29 WIB

Sinovac dan Sinopharm Masuk Penilaian Tahap Lanjut WHO

Saat ini baru Pfizer-BioNTech yang lolos daftar penggunaan darurat WHO.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 Sinovac.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 Sinovac.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Dua vaksin China mendekati lolos tahap penilaian Prosedur Daftar Penggunaan Darurat Organisasi atau EUL Kesehatan Dunia (WHO). Kabar tersebut disampaikan Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Akses ke Obat, Vaksin dan Farmasi, Mariangela Simao, dalam konferensi pers baru-baru ini.

Dua vaksin tersebut yang diproduksi oleh Sinovac dan Sinopharm, termasuk di antara empat vaksin yang berada dalam fase persetujuan tahap lanjut. Simao menyampaikan sebuah tim ahli dari WHO sudah berada di China.

Baca Juga

"Mereka akan memulai inspeksi minggu depan karena mereka saat ini berada dalam karantina," kata Simao dilansir dari kantor berita Xinhua pada Sabtu (6/2).

Simao menyebut WHO bisa saja memberi persetujuan untuk vaksin dalam jangka waktu yang relatif singkat karena Sinovac dan Sinopharm telah menyelesaikan beberapa uji coba Fase 3. Hal ini sesuai yang ditunjukkan oleh dokumen publik yang diperbarui setiap minggu di situs web WHO.

Diketahui, EUL merupakan proses perizinan vaksin baru oleh WHO yang penting untuk banyak aplikasi vaksin. Suatu vaksin perlu EUL untuk disetujui sebagai bagian dari Fasilitas COVAX yang dipimpin oleh WHO untuk akses global yang efisien dan adil ke vaksin Covid-19.

"Sejauh ini, hanya vaksin Pfizer-BioNTech yang mendapat persetujuan EUL. Dua vaksin lainnya, AstraZeneca dari Inggris dan SK Bioscience dari Korea Selatan, juga sedang dalam tahap penilaian," ujar Simao.

Hingga saat ini, dunia sedang berjuang untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang telah berlangsung setahun. Vaksinasi sedang dilakukan di beberapa negara dengan vaksin virus corona yang sudah disahkan. Sementara itu, 238 kandidat vaksin masih dikembangkan di seluruh dunia. Sebanyak 63 di antaranya dalam uji klinis di negara-negara termasuk Jerman, China, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat, menurut informasi yang dirilis oleh WHO.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement