Rabu 22 Dec 2021 17:01 WIB

Soal Presidential Threshold 20 Persen, Begini Kata Hasto

Hasto menilai syarat 20 persen itu untuk memastikan efektivitas kerja pemerintahan.

Red: Agung Sasongko
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai penutupan pelatihan Baguna PDIP se-Jabodetabek, di Jakarta.
Foto: istimewa
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto usai penutupan pelatihan Baguna PDIP se-Jabodetabek, di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah sejumlah pihak yang menggugat adanya ambang batas pengajuan calon presiden (Presidential Threshold/PT) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya justru mendukung dipertahankannya klausul itu dalam UU Pemilu. 

Hasto mengajak semua pihak belajar dari pengalaman Pemerintahan Presiden SBY dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahwa sistem presidensial yang dipakai Indonesia memerlukan basis dukungan dari Parlemen. 

Baca Juga

"Pak Jokowi pada periode pertama kepemimpinannya, dipilih dengan suara yang kuat dari rakyat. Tetapi dengan dukungan parlemen yang hanya 20 persen saat itu, membutuhkan waktu satu tahun setengah untuk konsolidasi saja," kata Hasto Kristiyanto usai penutupan pelatihan Baguna PDIP se-Jabodetabek, di Jakarta, dalam keterangan persnya Rabu (22/12). 

Saking pentingnya dukungan Parlemen terhadap Pemerintahan itu, bahkan saat itu ada sejak awal mengganjal kebijakan Pemerintahan Jokowi lewat pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan . 

"Oleh karena itulah, maka syarat 20 persen itu adalah bagi efektifitas kerja pemerintahan, itu adalah sistem yang kita bangun. Berpolitik itu dengan teori politik. Juga belajar praktik-praktik pemerintahan negara. Kerena minimum 20 persen itu untuk memastikan efektivitas kerja pemerintahan yang dipilih rakyat," urai Hasto. 

"Tapi kalau Presidential Threshold 20 persen, dikritisi calonnya yang muncul itu lagi itu lagi?" tanya wartawan.

 

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗ وَاِنْ كُنَّ اُولَاتِ حَمْلٍ فَاَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّۚ فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰىۗ
Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

(QS. At-Talaq ayat 6)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement