Jumat 17 Jun 2022 20:28 WIB

BRIN, DLH DKI, dan KLHK Riset Pemantauan Karbon Hitam

Riset pemantauan karbon hitam ini untuk pembangunan lingkungan yang bersih dan sehat.

Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pemantauan karbon hitam dengan menggunakan alat AE33 Aethalometer.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi. Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pemantauan karbon hitam dengan menggunakan alat AE33 Aethalometer.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pemantauan karbon hitam dengan menggunakan alat AE33 Aethalometer. Riset pemantauan karbon hitam ini dalam kerangka pembangunan lingkungan yang bersih dan sehat.

Kepala Pusat Riset Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir (PRTDRAN) ORTN BRIN Abu Khalid Rivai mengatakan, hasil dari riset bersama yang menggunakan teknologi mutakhir tersebut diharapkan dapat digunakan untuk melengkapi parameter pemantauan kualitas udara Jakarta serta kota-kota lainnya di Indonesia sehingga penentuan sumber pencemar bisa lebih komprehensif. "Sehingga hal ini dapat menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan pengendalian kualitas lingkungan udara khususnya karbon hitam," ujarnya dalam keterangan yang diakses di laman resmi BRIN di Jakarta, Jumat (17/6/2022). 

Baca Juga

Profesor riset sekaligus peneliti ahli utama PRTDRAN ORTN BRIN Muhayatun mengatakan, telah dilakukan pemasangan alat AE33 Aethalometer di lokasi pemantauan AQMS Jakarta-1 yang terletak di Bundaran Hotel Indonesia di DKI Jakarta. Ia menuturkan, pemantauan menggunakan AE33 Aethalometer itu akan mampu menentukan kontribusi total karbon hitam, yaitu berapa persen yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan berapa persen yang berasal dari pembakaran biomassa.

"Kami dapat menggunakan model Aethalometer untuk memisahkan kontribusi massa partikulat pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa. Pendekatan ini telah diterapkan dalam banyak penelitian di Eropa dan Amerika Utara, tetapi tidak secara khusus di negara berkembang seperti Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement