Putusan MK Gagalkan Upaya Penjegalan Anies? Begini Analisis Pengamat

Putusan MK mengubah persyaratan pendaftaran calon kepala daerah di Pilkada 2024.

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Anies Baswedan (kiri) berswafoto dengan warga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Ahad (4/8/2024).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Fernando Ernesto Maraden Sitorus memprediksi, peta politik di Pilkada 2024 akan berubah drastis dalam waktu dekat ini. Hal ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan terhadap UU Pilkada.

Isi putusannya menyangkut partai politik yang tak punya kursi DPRD bisa usung calon gubernur. Putusan ini diketok di saat calon kepala daerah belum resmi ditetapkan KPU. Lewat putusan itu, parpol yang sudah menyepakati koalisi bisa saja pindah haluan. Apalagi kalau parpol itu ingin mengusung kadernya sendiri di Pilkada 2024.

"Dengan adanya perubahan ambang batas persyaratan calon kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota akan membuat perubahan peta politik di beberapa daerah," kata Fernando kepada Republika, Rabu (21/8/2024).

Direktur Rumah Politik Indonesia ini mengatakan, putusan MK ini membuka peluang majunya cagub-cawagub yang sempat terganjal syarat kursi. Sehingga nantinya calon kepala daerah potensial yang bisa maju ikut kontestasi akan lebih banyak. "Apalagi beberapa daerah yang sepertinya ingin mengganjal calon potensial," ujar Fernando.

Fernando menilai, putusan MK ini menyudahi upaya jegal bakal calon kepala daerah lewat koalisi gemuk. Dengan demikian, kata Fernando. koalisi gemuk tak dapat membendung variatifnya peserta Pilkada 2024. "Cara yang tidak terhormat coba dilakukan oleh koalisi partai pendukung penguasa untuk memenangkan calon kepala daerah yang diusung dengan menghilangkan kesempatan calon lain melalui memborong partai," ujar Fernando.

Seperti diketahui, Anies Baswedan hampir habis peluangnya untuk maju di Pilkada Jakarta karena tak dapat perahu untuk berlayar. Ia tak mendapat tiket pencalonan setelah koalisi besar berisi 12 partai pengusung Ridwan-Kamil-Suswono 'meninggalkan' PDIP sendirian. Sekarang, pascaputusan MK, Anies berpeluang kembali untuk ikut kontestasi Pilkada Jakarta.

Diketahui, MK baru saja menolak permohonan provisi para pemohon. Walau demikian, MK mengabulkan bagian pokok permohonan. MK menyatakan Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5% (enam setengah persen) di provins itersebut;

Baca Juga



Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler