Kamis 06 Jul 2023 20:24 WIB

Penyelenggaraan Haji dan Perubahan Iklim

Panas global akibat perubahan iklim sangatlah nyata dan ilmiah.

Red: Ferry kisihandi
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1444 H terus melakukan upaya preventif untuk mengantisipasi jamaah haji yang melempar jumrah di jamarat tidak kelelahan.
Foto:

Tak ada ruang penalaran ilmiah untuk, misalnya, menduplikasi Kabah ke kota atau negara lain. Atau menjadikan musim haji lebih dari satu kali setahun. 

Itulah sebabnya, haji adalah ibadah paling kompleks dan penuh keringat yang dari tahun ke tahun selalu menemukan tantangan dan masalah baik oleh Arab Saudi sendiri maupun negara pengirim, terutama sekali Indonesia dengan jumlah jamaah haji terbesar di dunia.

Saya membayangkan, mengikuti garis argumen para ahli perubahan iklim, jika di masa depan terjadi kenaikan suhu global 1-2 derajat Celcius, maka nasib penyelenggaraan haji makin rumit dan kompleks. 

Mengapa? Kenaikan suhu global bumi 1-2 derajat Celcius berarti akan menaikkan suhu di Arab Saudi, India, dan lain-lain menjadi sekitar 70 derajat Celcius; sungai-sungai di sepanjang garis khatulistiwa mengering; dan negara-negara pulau tenggelam oleh mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan. 

Dalam konteks ibadah haji yang sering dikaitkan dengan teologi dan keyakinan, pengiriman jamaah haji akan berlanjut tanpa memperhitungkan akibat-akibat suhu panas ini. 

Dua juta peserta haji sangat mungkin tewas terpanggang dan atau Arab Saudi harus menyediakan mesin-mesin pendingin serta air yang sangat mahal untuk melindungi ‘tamu-tamu Allah’ ini.

Panas global akibat perubahan iklim sangatlah nyata dan ilmiah. Tanda-tandanya sudah sangat terasa, mulai dari musim yang kacau; gagal panen yang berulang; hujan asam di di sejumlah kawasan; naiknya permukaan laut; munculnya jenis-jenis mikroba; dan lain-lain. 

Pandemi Covid-19 sepanjang 2019-2022 menyadarkan kita semua tentang ganasnya serangan pandemi yang melumpuhkan sendi-sendi kehidupan. Umat Islam modern baru menyaksikan ibadah haji ditutup selama 3 tahun akibat pandemi ini. 

Saat Pandemi Covid-19 menutup ibadah haji dan shalat berjamaah di masjid atau tempat-tempat ibadah dilarang menyelenggarakan kebaktian atau sembahyang, sebagian umat agama protes dan menganggap pemerintah sebagai tidak percaya perlindungan Tuhan.

Garis argumen di atas mengingatkan, dalam beribadah sekalipun itu perintah Allah, seperti ibadah haji, pada dasarnya tidaklah otomatis aman dan bebas dari kendala.

Upaya-upaya terencana dan ilmiah adalah mutlak dilakukan demi terjaminnya eksekusi di lapangan. Selanjutnya doa-doa dipanjatkan setelah segala upaya dikerjakan.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement