REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Undang Undang (UU) yang mengatur tentang keharusan pengunduran diri seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) ketika mencalonkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dianggap tidak adil dan diskrimintif. Oleh karena itu, UU nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD diajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Terdapat dua pasal diminta oleh Kuasa Hukum Pemohon, Bahrul Ilmi Yakup, untuk dicabut. Yaitu pasal 12 huruf k, yang mensyaratkan calon anggota DPD undur diri dari pekerjaannya sebagai PNS, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian, serta pegawai perusahaan milik negara. Serta pasal 67 ayat 2 huruf h, yang menetapkan surat undur diri sebagai syarat kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPD.
''Aturan tersebut sifatnya diskriminatif dan memberatkan,'' kata Bahrul di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (7/7). Menurutnya, perlakuan yang sama justru tidak ada ketika seseorang mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pasal-pasal yang dianggapnya diskriminatif tersebut bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 tentang persamaan kedudukan di muka hukum dan Pasal 28 D ayat 1 tentang kesamaan hak dalam pemerintahan. Dalam persidangan ini, Bahrul mewakili pemohon, Muhammad Abduh Zen, PNS golongan IIIC, dosen di Universitas PGRI Palembang, Sumatra Selatan.
Pada tahun 2008, dia mengundurkan diri sebagai PNS untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPD dari Sumatera Selatan. Tapi sayang pada pemilihan tahun 2009, dia tak berhasil meraih kursi DPD. Akibatnya dia kehilangan gaji, pensiun, dan Asuransi Kesehatan yang melekat pada jabatannya dulu ketika masih menjadi PNS.