REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) belum memiliki daya tarik investasi tinggi. Dari 13 Kapet yang telah terbentuk beberapa diantaranya kini disinyalir tengah mati suri.
Menurut Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Suprayoga Hadi, lemahnya pengembangan Kapet tidak terlepas dari masih minimnya partisipasi sektor swasta nasional. Selama ini, pengembangan kawasan itu lebih didorong dari pemerintah.
"Rata-rata partisipasi swasta ini kuran. Inilah yang menjadi penyebab kurang berhasil dan bahkan ada Kapet yang kini hanya sekadar papan namanya saja," ujarnya dalam diskusi Masalah-Masalah dan Kebijakan Pembangunan Daerah Secara Nasional, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Senin (19/7) di Jakarta
Suprayoga menyebutkan beberapa Kapet yang belum berhasil, antara lain di Nusa Tenggara Timur, Seram (Maluku), dan Biak (Papua). Ada sejumlah daerah --seperti Kapet Bitung dan Pare-Pare-- sudah jauh lebih lumayan. "Dalam 15 tahun terakhir Rp 200 miliar yang telah dikucurkan banyak yang tidak jadi apa-apa," jelasnya.
Menurut Suprayoga tidak tertariknya swasta terhadap Kapet setelah pemerintah mencabut sejumlah insentif fiskal sejak tahun 2000 lalu. Padahal sejumlah insentif masih sangat dibutuhkan untuk mendorong minat investor. "Masa jaya Kapet hanya empat (4) tahun sejak pendiriannya 1996, setelah dicabut insentif maka tidak berkembang," ujarnya.