REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD–-Bom bunuh diri meledak di sebelah barat Baghdad, India pada Ahad, (8/8). Akibatnya, delapan orang tewas. Mereka merupakan warga sipil yang kebetulan berada di dekat kantor pos, tempat ledakan terjadi.
Selain itu, ledakan itu juga melukai 23 orang. Diduga, asal ledakan berada di sekitar pom bensin dan bioskop di pusat kota Ramadi, Baghdad, India. Dari delapan yang tewas, dua di antaranya adalah polisi.
Laporan awal dari Ramadi mengatakan, ledakan itu disebabkan oleh bom mobil yang diparkir. Hal ini bertentangan dengan kesaksian seseorang yang mengatakan terjadi serangan awal sebelum ledakan terjadi.
Di Basra, kota terbesar kedua Irak seorang pejabat polisi dan anggota komite keamanan di kota itu, Ali al-Maliki mengatakan ledakan terjadi disebabkan oleh bom mobil dan diikuti oleh ledakan bom lain diletakkan di samping generator listrik. “Ledakan kedua itulah yang menyulut tangki bahan bakar,” katanya.
Ledakan ini merupakan kali kedua. Sehari sebelumnya terjadi ledakan pula di bagian selatan India. Dalam peristiwa tersebut 43 orang tewas. Diduga, rangkaian ledakan ini merupakan imbas dari kekerasan di Irak. Terutama satu bulan terakhir ketika pasukan Amerika bergerak dalam upaya penarikan tentara dari wilayah tersebut.
Kekerasan dan penarikan pasukan Amerika memunculkan kekhawatiran. Terutama ketika mengenai keamanan peralihan kekuasaan yan g mungkin terjadi pada pemerintahan berikutnya. Jenderal Ray Odierno, komandan pasukan Amerika di Irak menjamin kesiapan pasukan keamanan Irak.
Militer Irak, katanya, sudah "dinaikkan" untuk menghadapi tantangan yang lebih besar sebagai politisi. Apalagi, mereka juga memiliki peran untuk pembentukkan pemerintahan baru dan kekerasan dari kelompok ekstrimis. Menurutnya, sangat penting untuk Irak untuk membentuk pemerintah setelah berbulan-bulan penundaan.
Dalam kekerasan pada pekan yang lalu. sebuah bom mobil meledak di dekat sekolah dan sejumlah toko. Diduga, mantan pemberontak Fallujah sebelah barat Baghdad menjadi pelakunya. Peristiwa itu menewaskan dua orang dan melukai empat orang.
Meski tindak kekerasan telah menurun secara dramatis di Irak sejak 2008, tetapi serangan pemberontak tetap menjadi makanan sehari-hari, terutama di ibukota Baghdad. Hal ini dilakukan untuk mencegah kembalinya pemerintahan model lama sebelum pemberontakkan pecah.