REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Terdakwa kasus korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang juga mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM, Zulkarnaen Yunus, dituntut hukuman penjara selama tujuh tahun. Salah satu yang memberatkan tuntutan bagi Zulkarnaen adalah karena ia sebelumnya sudah pernah divonis terlibat kasus korupsi.
"Meminta Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun," baca Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jefry Makapedoa, dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/8).
Atas tuntutan ini, Kuasa Hukum Zulkarnaen mengatakan keberatan. Menurut mereka, tak masuk akal Zulkarnaen yang hanya melanjutkan kebijakan Sisminbakum dituntut lebih tinggi dari para pendahulu dia yang merancang sistem ini. "Bagaimana mungkin yang melanjutkan tuntutannya lebih tinggi dari pembuat," ujar Sulistiawati, kuasa hukum Zulkarnaen Yunus.
Menurut Sulis, sebelumnya sejumlah terdakwa dalam kasus Sisminbakum hanya dituntut dengan hukuman penjara lima tahun. Di antaranya adalah Romli Atmasasmita, Dirjen AHU saat Sisminbakum pertama kali dilaksanakan dan Direktur PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), Yohannes Waworuntu.
Menjawab ini, anggota Tim JPU, Yunitha, menegaskan bahwa Zulkarnaen Yunus dituntut lebih berat karena sebelumnya pernah terbukti terlibat kasus korupsi. Saat ini ia bahkan masih menjalani masa tahanan akibat perbuatannya itu. "Jelas harus lebih berat karena sudah dua kali korupsinya," kata Yunitha.
Sebelum disidang dalam kasus Sisminbakum, pada 2007 lalu, Zulkarnaen divonis penjara 4 tahun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia terbukti terlibat mark-up dana pengadaan Automatic Fingerprints Identification System (AFIS) di Depkumham saat menjabat sebagai Sekjen Depkumham.
Selain hukuman penjara, Zulkarnaen juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta subsidair 6 bulan penjara. JPU juga menuntutkan pidana tambahan berupa penggantian kerugian negara sebesar Rp 9.118.910.000 kepada Zulkarnaen Yunus.
Kasus Sisminbakum bermula tahun 2000-2001 lalu. Saat itu, Departemen Kehakiman menggalang proyek pendaftaran badan hukum melalui jaringan internet. Untuk menjalankan proyek ini, mereka menggandeng PT Sarana Rekatama Dinamika.
Dalam pelaksanaannya, pendaftar badan hukum melalui Sisminbakum harus membayar acces fee sebesar Rp 1.350.000. Biaya ini nantinya dibagi 90 persen untuk PT SRD, dan 10 persen untuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK). Hal inilah yang dinilai kejaksaan merupakan pelanggaran. Terutama setelah dinyatakan BPKP bahwa access fee tersebut semestinya masuk dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak. Menurut kejaksaan, selama beroperasi, Sisminbakum sudah merugikan negara sebesar Rp 420 miliar.
Zulkarnaen didakwa bersalah oleh JPU karena tak mengevaluasi pelaksanaan Sisminbakum ini saat ia menjabat Dirjen AHU. Ia juga didakwa ikut membagi-bagikan hasil keuntungan Sisminbakum. Atas tindakannya ini, Zulkarnaen dikenai pasal 12 huruf f Undang-undang Pemberantasan Tipikor.