Senin 11 Oct 2010 02:39 WIB

Presiden Harus Segera Ambil Tindakan Soal Bibit-Chandra

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden harus segera mengambil tindakan terkait kasus Bibit-Chandra. Setelah sebelumnya Mahkamah Agung (MA) tidak menerima Peninjauan Kembali (PK) Surat Ketetapan Penghentian Perkara (SKPP) kasus dugaan pemerasan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

"Sekarang kita harus mendorong presiden sebab kejaksaan ada dibawah kendali dia," ujar Pengamat Hukum dari Universitas Hasanudin, Laode Muhammad Syarif, ketika dihubungi Republika, Minggu (10/10). 

Kali ini presiden tidak boleh lepas tangan terhadap kasus Bibit-Chandra. Sebab, menurutnya, kasus tersebut sudah jelas-jelas merupakan rekayasa. Selain itu, sesuai dengan rekomendasi Tim 8 ketika kasus ini mencuat, penyelesaiannya harus dilakukan di luar pengadilan. 

Kewenangan yang cukup kuat untuk bisa menyelesaikan kasus ini ada di tangan Presiden. Jalan keluar yang bisa dilakukan saat ini adalah dengan deponeering atau pembuatan SKPP yang baru. Deponeering adalah hak istimewa kejaksaan untuk mengesampingkan perkara karena alasan kepentingan umum yang lebih besar yang akan dilindungi. 

Hak tersebut diatur dalam Pasal 35 huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Untuk menjalankan dua alternatif solusi penghentian kasus Bibit-Chandra, yang dinilai penuh rekayasa itu, Pelaksana Tugas Jaksa Agung, Darmono, sudah mempunyai kewenangan yang cukup. "Darmono boleh melakukan itu, sampai dengan terpilih Jaksa Agung yang baru," kata Syarif. 

Oleh karena itu, instruksi presiden lah yang sangat ditunggu-tunggu saat ini. Lebih lanjut Syarif menjelaskan, terkait dengan penerbitan SKPP yang baru, kejaksaan tidak perlu ragu-ragu untuk mengeluarkannya. Mereka bisa mengatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti baru dan perkembangan kasus yang terkait dengan kasus Bibit-Chandra, SKPP baru itu dikeluarkan. 

"Mungkin kejaksaan agak malu dengan SKPP baru. Tapi dia bisa mengatakan begini, berdasarkan bukti-bukti yang baru di persidangan Anggodo, kejaksaan mengeluarkan SKPP yang baru," ujarnya. 

Dalam dinamika persidangan tersebut, memang terlihat bahwa kasus Bibit-Chandra adalah rekayasa. Seperti misalnya rekaman Ary Muladi dengan Deputi Penindakan KPK, Ade Rahardja, yang tidak terbukti keberadaannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement