REPUBLIKA.CO.ID,VATICAN CITY--Para uskup dari wilayah Timur Tengah berkumpul di Vatikan selama dua pekan. Mereka tak hentinya membahas mengenai masalah Israel-Palestian dilihat dari sisi Alkitab. Kesimpulan mereka, Israel tidak dapat menggunakan konsep alkitabiah mengenai "tanah yang dijanjikan" atau "orang terpilih" untuk membenarkan pemukiman baru di Yerusalem atau membuat klaim teritorial.
Demikian keterangan Keuskupan Vatikan yang dirilis Sabtu ( 23/10). Mereka juga berharap solusi dua-negara bagi perdamaian antara Israel dan Palestina dapat diwujudkan dan menyerukan agar perdamaian harus diupayakan untuk menghentikan eksodus pemeluk Kristen dari wilayah tersebut.
"Kami telah merenungkan situasi kota suci Yerusalem. Kami cemas mengenai inisiatif sepihak yang mengancam perdamaian dan berisiko untuk mengubah keseimbangan demografis," demikian pesan mereka.
Meski saat ini kondisi yang terjadi adalah, Israel dan palestina belum melanjutkan lagi pembicaraan damai. Sebabnya Israel menolak memperpanjang pembekuan perumahan di Yerusalem Timur. Sejak itu, Israel telah mengumumkan rencana untuk membangun lagi 238 rumah di dua lingkungan Yerusalem Timur, yang menimbulkan kecaman dari Palestina dan para pemimpin dunia.
"Jalan lain untuk posisi teologis dan alkitabiah yang menggunakan Firman Tuhan untuk membenarkan sebuah ketidakadilan tidak dapat diterima," demikian pernyataan Keuskupan.
Banyak pemukim Yahudi dan kelompok sayap kanan di Israel mengklaim hak-hak mereka terhadap Tepi Barat yang diduduki. Yahudi menyebut mereka Yudea dan Samaria dan menganggap sebagai bagian dari sejarah di mana wilayah itu diberikan kepada orang-orang Yahudi oleh Tuhan.
Dalam sebuah konferensi pers, Uskup Agung Yunani Cyrille Salim Bustros mengatakan umat Kristen tidak dapat berbicara tentang tanah yang dijanjikan bagi bangsa Yahudi. "Tidak ada lagi orang yang dipilih. Semua pria dan wanita dari semua negara adalah umat pilihan," paparnya.
"Konsep tanah yang dijanjikan tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk pembenaran kembalinya orang Yahudi ke Israel dan mengusir Palestina," tambahnya. ia menegaskan bahwa pembenaran pendudukan Israel dari tanah Palestina tidak dapat didasarkan pada kitab suci.
Menanggapi hasil musyawarah gereja ini, juru bicara Departemen Luar Negeri Israel Yigal Palmor mengatakan perselisihan teologis atas interpretasi dari kitab suci sudah tidak ada sejak Abad Pertengahan. "Rasanya bukan tindakan yang bijaksana untuk menghidupkan kembali hal itu," pungkasnya.
Hasil musyawarah dua pekan itu juga menekankan agar Vatikan mendesak agar Yerusalem memiliki status khusus yang menghargai karakter khusus yang agama monoteis besar yang ada, Islam, Kristen dan Yudaisme. Mereka meyakini Yerusalem tetap menjadi isu utama perselisihan antara Israel-Palestina.