REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan MK tidak memberi pendapat mengenai 'deponeering' (mengesampingkan perkara) kasus dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
"MK tak memberi pendapat dalam 'deponeering' kasus Bibit-Chandra," kata Mahfud, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (12/11).
Menurut Mahfud, MK tidak memiliki kewenangan lain selain yang disebutkan dalam pasal 24C UUD 1945 karena kewenangannya yang 'limited' (terbatas) dalam empat hal plus satu kewajiban, tidak termasuk kewenangan memberi fatwa. "Selama ini MK tak pernah dan tak akan pernah mengeluarkan fatwa atau pendapat hukum," katanya.
Mahfud mengatakan kalau MA menurut pasal 24A ayat (1) UUD 1945 mempunyai kewenangan-kewenangan lain diantaranya memberi fatwa, memberi pertimbangan dan memberi pendapat hukum. Ketua MK menyebut menurut konstitusi kewenangan MK itu tertentu dan tidak bisa ditambah-tambah yaitu judicial review, menyelesaikan sengketa kewenangan antarlembaga negara, sengketa hasil pemilu, pembubaran parpol, dan pendapat tentang pemberhentian Presiden (impeachment).
Oleh sebab itu, menurut dia pendapat lembaga yudikatif yang perlu didengar oleh kejaksaan agung tentang itu harus diartikan pendapat Mahkamah Agung. "Tapi MK menyatakan juga bahwa pihak Kejaksaan Agung tentu telah mempertimbangkan secara cermat melalui pakar-pakar yang dimiliki," katanya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Darmono menyatakan dari lima lembaga kekuasaan negara yang dimintai pertimbangan hanya MK yang baru menjawab surat dari Kejaksaan Agung, sementara empat lembaga lain yakni, Mahkamah Agung (MA), DPR, Presiden, dan Polri belum memberikan balasan.
Kewenangan MK berdasarkan pasal 24C UUD 1945 yaitu: ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Ayat (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Ayat (3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
Ayat (4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Ayat (5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
Ayat (6) menyebutkan pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.