REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Jasin mengatakan, korupsi paling dominan terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa, baik di pemerintah pusat maupun daerah. Selain itu, korupsi juga didominasi penyimpangan anggaran.
Menurut Jasin, sebanyak 20-22 bupati/walikota yang sedang diproses KPK itu kebanyakan karena penyalahgunaan anggaran dan pengadaan barang dan jasa. "Pengadaan barang dan jasa seluruh sektor kita pantau pakai pendekatan secara elektronik," kata Jasin di Kantor Presiden, Selasa (30/11).
"Pengadaan barang dan jasa secara keseluruhan tahun 2006 paling tinggi, bahwa 80 persen kasus korupsi yang ditangani KPK berasal dari pengadaan dan jasa. 2007 mulai menurun. 2008 menurun, tapi porsi masih di atas 50 persen," kata Jasin. Modusnya, timbul suap-menyuap dari peristiwa pengadaan barang dan jasa yang menyimpang.
Oleh karenanya, KPK mendorong lembaga dan instansi menggunakan sistem pengabarang dan jasa secara elektronik alias e-procurement. "Dengan begitu, face-to-face komunikasi tidak ada, kemudian hubungan antara penyedia dan panitia sangat terbatas, bahkan tak ada. Dan, semua masyarakat juga bisa memantau," katanya.
Berapa persentase penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa? "Kalau yang sudah diidentifikasi kurang lebih penyimpangannya 30-40 persentase, sangat besar sekali Apabila ada Rp 400 triliun, penyimpangan 30 persen, itu sepertiga, artinya Rp 100 triliun lebih. Kalau dicegah dan transparan akan menghemat keuangan negara.
Saat ini, kata Jasin, KPK sedang menangani penyimpangan pengadaan barang dan jasa di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. Pencegahaan paling efektif adalah melalui pengadaan barang dan jasa elektronik e-proc. Saat ini sudah ada 198 instansi pemerintah yang sudah melaksanakan itu.