Kamis 02 Dec 2010 07:12 WIB

Ramadhan Pohan: Wacana Referendum DIY Dipolitisasi

Spanduk referendum di Yogyakarta
Foto: Indra Wisnu/Republika
Spanduk referendum di Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, PACITAN--Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Demokrat, Ramadhan Pohan, menyatakan bahwa isu ataupun wacana referendum Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah dipolitisir sedemikian rupa oleh kelompok kepentingan tertentu dengan tujuan menjatuhkan citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Ada upaya politisasi permasalahan ini oleh segelintir politisi. Salah satunya dengan memunculkan kesan seolah Presiden SBY tidak menghargai peran Yogyakarta dalam revolusi merebut kemerdekaan melawan penjajah Belanda," kata Pohan saat berkunjung ke Kabupaten Pacitan, Rabu.

Menurut dia, wacana referendum yang berkaitan dengan Rencana Undang-Undang (RUU) Keistimewaan Yogyakarta merupakan isu sensitif.

Selain sudah menyimpang dari konteks wacana yang sempat dilontarkan presiden saat itu, ia khawatir pembenaran atas isu menyesatkan tersebut akan menyebabkan daerah lain mengajukan hak referendum yang sama.

"Referendum sih itu jauh sekali, itu isu yang terlalu sensitif saya kira. Kalau seluruh Indonesia, nanti kalau tidak, Pacitan bisa minta referendum keistimewaan juga," ujarnya.

Terkait RUU Keistimewaan Yogyakarta, Pohan menegaskan bahwa hal itu sangat bergantung pada keputusan bersama antara DPR dan pemerintah.

Alasannya, RUU tersebut harus digodok dan mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari legislatif, sehingga tidak serta merta presiden yang disalahkan. Ia justru khawatir jika politisi yang bersuara malah tidak memahami esensi dari permasalahan tersebut.

Jika pemilihan langsung yang disorot, kami justru tidak masalah karena juga tidak menghendaki pemilihan langsung, melainkan pemilihanyang demokratis.

"Itu wujudnya bisa macam-macam. Bisa lewat DPRD maupun pemilihan langsung. Saya kira RUU Keistimewaan Yogyakarta dipikirkan secara dingin dan jernih. Saya yakin Pak SBY menghargai Yogya," ujarnya.

sumber : Ant
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement