REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Presiden Hosni Mubarak, yang berkuasa selama tiga dekade, menghadapi protes yang belum pernah terjadi sebelumnya pada hari Jumat. Walau "gerakan benci Mubarak" sudah mulai merebak di situs jejaring sosial beberapa bulan terakhir, namun para pengamat menyebut pergolakan di Mesir terinspirasi oleh penggulingan presiden Tunisia.
Mubarak tidak memiliki pengganti yang ditunjuk. Hal ini telah memicu spekulasi bahwa ia menyiapkan anaknya untuk mengambil alih. Inilah yang membangkitkan kemarahan di kalangan pengunjuk rasa.
Berikut ini adalah beberapa fakta tentang Mubarak:
* Mubarak, 82 tahun, mengambil alih pemerintahan setelah Islamis menembak mati pendahulunya, Anwar Sadat, pada parade militer di tahun 1981. Komandan angkatan udara ini justru "lebih tahan lama" memerintah daripada yang dibayangkan pada saat itu.
* Ia memang belakangan giat melakukan reformasi ekonomi dipimpin oleh kabinet di bawah Perdana Menteri Ahmed Nazif. Tapi dia menutup rapat pintu oposisi politik.
* Dia telah menolak perubahan politik yang signifikan bahkan di bawah tekanan Amerika Serikat, yang telah menuangkan miliaran dolar bantuan militer dan lainnya ke Mesir karena menjadi negara Arab pertama yang bersedia berdamai dengan Israel, menandatangani perjanjian pada tahun 1979.
* Mubarak memenangkan pemilihan pertama multi-capres tahun 2005 meskipun hasilnya sudah bisa ditebak. Kelompok hak asasi manusia dan pengamat mengatakan pemilihan itu penuh penyimpangan.
* Dia tidak mengatakan apakah ia akan memerintah untuk masa enam tahun keenam pada tahun 2011. Para pejabat telah mengindikasikan dia mungkin akan terus memerintah, walaupun pertanyaan tentang kesehatannya setelah operasi di Jerman Maret lalu menjadi perdebatan. Rakyat membaca ia bakal menyerahkan kekuasaan pada anaknya, Gamal, yang kini berusia 47 tahun. Namun baik Mubarak atau Gamal pernah menyangkal sinyalemen itu.
* Gamal, tidak seperti ayahnya dan presiden Mesir lainnya, tidak memiliki latar belakang militer. Analis mengatakan akan membuat lebih sulit baginya untuk membangun otoritas sebagai presiden.