REPUBLIKA.CO.ID,SERANG - Sedikitnya 200 mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Banten di Mesir terancam kelaparan karena kehabisan logistik. Lokasi tempat tinggal mereka, yang berdekatan dengan daerah kerusuhan, membuat nyawa mereka kian terancam.
Banyak di antara mereka kini tidak memegang uang sepeserpun. Karena, bank tempat mereka biasa mengambil uang kini tutup. “Meskipun masih masih mengatongi uang, toh kami tidak bisa membeli bahan makanan karena toko dan pasar tutup,” kata Dadang Sunadi, mahasiswa Al Azhar, Kairo, Mesir, saat dihubungi Republika, Jum’at (4/2).
Bentrokan yang meluas hingga ke kawasan Al Azhar sampai Rumah Sakit Husen, Kairo, membuat situasi di sekitar tempat tinggal mereka semakin mencekam. Antara kediaman mahasiswa Banten di Mesir dengan lokasi pembakaran pos dan mobil polisi hanya berjarak sekitar 500 meter. Mereka khawatir dengan keamanan dan keselamatan.
Bahkan, ada di antara mereka yang terkena gas air mata setelah menunaikan ibadah sholat Maghrib di Masjid Al Azhar. “Ketika pemerintah pusat bilang warga Indonesia aman, mereka melihat aman dari segi mananya? Apakah harus ada korban dari mahasiswa, baru mereka bilang tidak aman ?” kata Dadang.
Saat ini, kata Dadang, ada sekitar 17 ribu tahanan yang kabur dari penjara. Aksi penjarahan terjadi di mana–mana. “Bentrokan sesama warga mesir yang membuat warga Indonesia tidak aman, cemas, dan selalu waspada,” tutur Dadang.
Melihat situasi semakin memburuk, Dadang khawatir terjadi penjarahan rumah warga negara asing di Mesir. Ini dikarenakan kebutuhan logistik yang semakin berkurang.
Karena itu, Dadang meminta proses evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) lebih dipercepat. Evakuasi yang dilakukan oleh pemerintah terkesan sangat lamban. Karena dalam sehari, pemerintah hanya mengirim satu pesawat yang mampu mengakut 420 orang saja.
“Sedangkan kami di sini ada sekitar 6.100 orang yang membutuhkan evakuasi secepatnya,” kata Dadang.