REPUBLIKA.CO.ID,TULUNGAGUNG--Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung, Jawa Timur, membebaskan Jasmani, seorang terdakwa pencurian pompa air yang telah menjalani hukuman penjara selama 4,5 bulan karena dianggap sebagai korban salah tangkap, Rabu.
Pembebasan Jasmani itu berdasarkan putusan sela yang dibacakan majelis hakim dalam sidang di PN Tulungagung, Selasa (22/3), namun eksekusi pembebasan baru dilakukan Rabu sekitar pukul 12.30 WIB dengan disaksikan pihak jaksa penuntut umum (JPU) dan penasihat hukum terdakwa.
"Seharusnya saat proses penyidikan mereka sudah bisa mengidentifikasi apakah seseorang terlibat dalam sebuah kejahatan atau hanya sekadar fitnah," kata Suhadi selaku penasihat hukum Jasmani.
Upaya pembebasan pemuda asal Desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, itu berawal dari pengakuan terdakwa lain dalam sidang perkara pencurian pompa air tersebut bahwa polisi telah salah menangkap pelaku.
Fakta di persidangan itu baru terungkap setelah Jasmani menjalani tahanan selama 4,5 bulan. Hal itulah yang kemudian menjadi dasar majelis hakim untuk membuat putusan sela pembebasan atas diri Jasmani.
"Alhamdulillah, Gusti Allah Maha Adil. Kebenaran ini akhirnya terungkap," kata Jasmani setelah keluar dari pintu gerbang Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II-B Tulungagung.
Ia pun menyambut kebebasannya itu dengan sujud syukur di depan pintu gerbang LP sebelum mendapat pelukan dari sanak saudara yang menjemputnya. Meskipun belum bebas sepenuhnya, Jasmani dan Suhadi optimistis majelis hakim akan memutuskan bebas murni pada akhir persidangan karena tidak ada alat bukti cukup yang bisa menunjukkan bahwa pemuda berperawakan sedang dan berkulit sawo matang itu bersalah dalam tindak pidana pencurian seperti dituduhkan polisi.
"Klien kami merupakan korban rekayasa hukum yang dilakukan polisi. Ia dipaksa mengakui pencurian yang sebenarnya tidak pernah dilakukannya," ungkap Suhadi.
Pengacara yang juga dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu lantas menceritakan kronologi penangkapan Jasmani. Menurut dia, kasus yang menimpa kliennya bermula ketika Roni, tetangga Jasmani, kehilangan pompa air dan melaporkannya kepada polisi.
Petugas lalu melakukan investigasi dan menangkao Winardi, tetangga korban. Dari tersangka pertama itu terlontar nama Jasmani yang kemudian disebut-sebut sebagai otak pelaku pencurian.
Polisi pun lalu menangkap Jasmani. Meski bersikeras menyanggah segala tuduhan penyidik, Jasmani yang tidak bisa membaca dan menulis itu ditetapkan sebagai tersangka setelah dipaksa mengakui pencurian dengan membubuhkan cap jempol di atas berita acara pemeriksaan (BAP).
"Di persidangan, terdakwa Winardi yang awalnya menyebut nama Jasmani sebagai otak pencurian akhirnya mengakui jika pernyataannya itu palsu. Winardi mengaku dipaksa oleh Jito, pelaku sebenarnya dalam kasus ini yang sampai sekarang masih buron," kata Suhadi.
Kepala Seksi administrasi Kejaksaan Negeri Tulungagung, Irmansyah, yang hadir dalam pembebasan Jasmani membantah kesalahan tersebut berada pada pihak kejaksaan.
Menurut dia, berkas perkara tersebut dinyatakan lengkap (P21) lantaran polisi menyodorkan bukti-bukti dan saksi yang menguatkan.
Sementara itu, Kepala Satuan Reskrim Polres Tulungagung, AKP I Dewa Gede Juliana, berdalih, polisi yang melakukan penyidikan sudah melakukan prosedur yang benar. "Kalau sudah P21, sepenuhnya wewenang kejaksaan, bukan polisi," katanya.
Ia juga membantah anak buahnya telah merekayasa kasus tersebut. "Semua proses sudah dilakukan dengan prosedur yang benar dan cara kerja yang profesional," katanya.