REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Jakarta dahulunya sudah menjadi kota pelabuhan dan perniagaan ternama pascakelesuan Banten sebagai bandar perdagangan di nusantara. Kisah kedigdayaan Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia dan Djakarta, nama-nama sebelum disahkan menjadi Jakarta, terekam melalui keberadaan gedung anggun nan kokoh bernama balaikota Batavia atau dalam bahasa Belanda disebut Stadhuis.
Bangunan itu terletak di tengah-tengah kota Batavia yang dikelilingi tembok dan benteng yang tercatat berlokasi Jalan Beos di era sekarang. Memang benteng yang dimaksud sudah tidak ada lagi. Namun tembok yang mencerminkan kehebatan bangunan itu masih tampak terlihat meski dikelilingi bangunan baru yang cukup menganggu keanggunannya.
Sejarawan Betawi, yang juga wartawan senior Republika, Alwi Shahab, menuturkan bangunan yang sudah berusia hampir tiga abad (didirikan 1707) ini menyimpan lebih dari 30 ribu buah koleksi sejarah. "Pemda DKI menjadikan gedung yang pernah dikagumi Ratu Elizabeth dari Inggris ketika berkunjung ke Indonesia sebagai andalan wisatanya," papar dia ketika memandu pecinta sejarah kota tua dalam acara ‘Melancong Bareng Abah Alwi: Jejak Arab di Batavia’ Ahad (9/1).
Menurut Abah, demikian sapaan akrabnya, balaikota yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta ini didominasi sejarah peninggalan VOC, perusahaan dagang Belanda. Karenanya, kata Abah, museum ini pantas disebut Museum VOC.
Memang benar kata Abah. Museum ini kebanyakan berisikan relik VOC: prasasti bertuliskan bahasa Belanda, senjata tua khas imperialisme lama, patung-patung tua yang menyimbolkan kebudayaan Eropa, tak ketinggalan lukisan-lukisan karya "Meneer Belanda".