REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG--Di usianya yang uzur, Juned Efendi (80 tahun), warga Dusun Talangkaret Kampung Lembasung masih produktif menghasilkan anyaman bambu untuk keperluan rumah tangga seperti bakul (tempat nasi). Ia mampu memproduksi anyaman dengan jumlah 100 buah per bulan.
"Baik anyaman seperti tampah, ayakan padi atau kukusan dari bambu bisa saya produksi 100 buah dalam sebulan jika kondisi badan sehat, kalau sakit hanya sekitar 50 buah," tutur Juneda di Blambanganumpu yang berada sekitar 200 km sebelah barat Bandarlampung, akhir pekan lalu.
Menurut Juned, harga tampah produksinya di toko sekitar Rp 10 ribu per buah, adapun bakul ukuran besar Rp 15 ribu, sedang yang berukuran kecil nilai jualnya setara tampah.
Sementara untuk produksi anyaman bambu lain yang bisa dihasilkan, kata Juned, ialah plafon atau langit-langit rumah."Harga bambu jenis `wulung' (hitam) atau apus dengan panjang 6 meter per batang Rp 10 ribu dan bisa menghasilkan 20 buah tampah, jadi masih ada untung," jelasnya.
Meski demikian, hingga saat ini Juned mengaku kesulitan mencari generasi penerus meski di daerah tersebut masih banyak tenaga kerja produktif yang belum bekerja. "Di sini masih banyak pengangguran, padahal jika mau belajar menganyam bambu, saya tidak keberatan, kalau sudah bisa, satu orang rata-rata bisa memproduksi 5 buah tampah per hari, jadi hasil pendapatan sebenarnya cukup lumayan," ujarnya.
Lebih lanjut Juned mengharapkan pemerintah kabupaten di daerah yang berada sebelah selatan Kabupaten OKU Timur Provinsi Sumatra Selatan itu memfasilitasi orang-orang yang punya ketrampilan supaya bisa berpartisipasi mengurangi angka pengangguran.