REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar mengatakan, pengisian posisi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan secara demokratis sesuai Undang-undang (UU). Ini karena Indonesia negara hukum, cirinya segala sesuatu dilaksanakan sesuai sistem.
''Bagian dari sistem adalah Undang-undang, dan kita sepakat terikat dengan undang-undang," kata Patrialis usai melakukan sosialisasi Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunan narkotika di Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di Jakarta, Rabu (1/12).
Patrialis mengatakan, daerah memiliki UU Otonomi Daerah di mana pemilihan kepala daerahnya diamanatkan harus secara konstitusi, karena itu semua diputuskan secara demokratis. Pemerintah, Patrialis mengatakan, tetap memberikan pengakuan utuh atas keistimewaan Yogyakarta.
Terdapat delapan keistimewaan yang diberikan kepada Yogyakarta, namun untuk pemilihan gubenur dan wakil gubernur akan diberikan kebebasan pada masyarakat calon dari keraton.
"Karena istimewa bisa dipilih bukan oleh rakyat tapi oleh DPRD. Calon-calonnya sendiri bisa dipilih dari orang-orang keraton untuk dijadikan calon," ujar Patrialis. ''Jadi saat calon gubernur hanya disiapkan satu pasang dari keraton, dan ternyata berhalangan tidak dapat ikut pemilihan, maka DPRD-lah yang akan memutuskan,'' ujarnya.
Sepengetahuan Patrialis, Rancangan Undang-Undang (RUU) Keistimewan Yogyakarta masih ada di tangan pemerintah, dan baru akan dibahas dalam rapat terbatas di Istana Negara pada Kamis (2/12). Sementara itu, terkait dengan rencana referendum, Patrialis secara tegas mengatakan bahwa tidak ada satu pun UU yang menyebutkan referendum.