Selasa 09 Jun 2020 13:38 WIB

Peneliti: Habitat Ancaman Utama Macan Tutul Jawa

Macan Tutul Jawa hidup di habitat yang padat, yaitu 332 jiwa per kilometer persegi.

Red: Ratna Puspita
Seekor macan tutul jawa (Phantera pardus melas).
Foto: Abdan Syakura_Republika
Seekor macan tutul jawa (Phantera pardus melas).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti ahli utama Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Hutan Prof. Ris. Dr Hendra Gunawan mengatakan ancaman utama dari keberlangsungan Macan Tutul Jawa atau Panthera Pardus Melas ialah kehilangan habitat. "Macan Tutul Jawa hidup dengan habitat yang padat, yaitu 332 jiwa per kilometer persegi," kata dia saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Selasa (9/6).

Keadaan itu jauh lebih parah jika dibandingkan dengan keberadaan Macan Tutul India atau yang memiliki nama latin Panthera Pardus Fusca yang hidup di kepadatan penduduk 172 kilometer persegi. Melihat perbandingan tersebut, Prof Gunawan mengatakan keberadaan atau habitat Macan Tutul Jawa jauh lebih terancam dari Macan Tutul India.

Baca Juga

Ancaman habitat Macan Tutul Jawa tadi juga dipengaruhi oleh luasan hutan di Tanah Air. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) luasan hutan yakni 3.040.400 hektare (ha).

Dari jumlah tersebut sebanyak 6.807 desa berada di kawasan hutan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) mencapai 13.410.384 atau setara 30 persen penduduk Pulau Jawa.

Lebih ironis lagi, sekitar 60 persen masyarakat yang tinggal di wilayah hutan itu hidup di garis kemiskinan dan bekerja sebagai petani.

Rata-rata dari mereka hanya memiliki lahan kurang dari 0,50 ha per KK. Artinya, keadaan tersebut akan memengaruhi gaya hidup mereka dalam mencukupi kebutuhan.

"Jika melihat data, ini merupakan ancaman. Artinya mereka bisa saja merambah hutan karena kekurangan lahan yang berimbas pada keberadaan Macan Tutul Jawa," katanya.

Selain kehilangan habitat, ancaman kepunahan Macan Tutul Jawa juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu degradasi yang bisa disebabkan kualitas dari satwa itu sendiri menurun. Selanjutnya faktor fragmentasi yang jarang disadari dan diketahui oleh manusia namun berdampak luar biasa bagi kelangsungan satwa endemik Jawa tersebut.

Fragmentasi dapat mengarah pada imbas dari suatu proyek atau pembangunan berskala besar seperti jalan tol. Misalnya sepanjang jalan Trans Jawa dari Anyar sampai Panarukan akan dijumpai kawasan hutan yang terpotong.

Ketika kawasan hutan sudah terpotong atau terpisah maka populasi yang di sebelah kiri dan kanan terancam tidak bisa kawin sehingga berujung pada kepunahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement