REPUBLIKA.CO.ID, Sejak tahun 2009 hingga 2013, Marshanda tak menerima kalau dirinya menderita bipolar. Namun, setelah mengenal lingkungan yang menganggap bipolar bukan penyakit dan tidak mengganggap dirinya berbeda, sejak 2013 dia mulai menerima kondisinya dan mulai mempelajari mengenai bipolar lebih jauh.
Caca mengaku sempat tidak minum obat, karena banyak masukan dari orang yang bilang untuk apa minum obat. Bisa rusak otak katanya. Tapi Caca kemudian menyadari risiko tidak minum obat. Kenyamanan, kedamaian, dan kesehatan mentalnya jadi terganggu. Caca pun memutuskan patuh minum obat.
Baginya, obat jadi suplemen untuk hormonnya. Pada beberapa penderita bipolar ada kasus hormon yang defisit.
“Setelah banyak belajar, akhirnya bisa kembali normal, banyak faktor menormalkan diri kita, punya support system yang tepat, buat kita menerima. Akhirnya saya kuat, dari situ saya terbuka saya bipolar karena saya yakin Saya bisa ciptakan lingkungan, orang-orang di ring satu, dalam proses pengobatan saya adalah orang yang tepat,” ujarnya.
Caca menciptakan sistem dukungan untuk membantu kondisinya. Sistem itu terdiri dari orang-orang yang memiliki pemahaman tentang apa yang dideritanya.
“Karena orang bipolar itu berpikirnya kreatif banget ketika dikasih topik. Kalau orang biasa, cabangnya dua tiga dalam satu menit, kalau bipolar bisa dalam satu menit 30 cabang. Begitu juga cara komunikasi pribadi pada pasangan dan keluarga, kalau kita salah ngomong sedikit saja langsung tahu, ini ada positif dan negatifnya nih, mungkin mereka lebih menyakiti, membuat minder, mereka harus terbuka banget, kita harus tahu orang-orang tepat, kalau terbuka pada orang yang salah, malah bikin emosi kita berkembang,” ujarnya.