Oleh: DR Denny JA. Pendiri Lingkaran Survei Indonesia
Ini pelajaran penting dari sejarah. Bahkan agama yang wahyu dan suci, ketika ia masuk dalam pertarungan kepentingan politik dan ekonomi, tafsir agama pun dikorupsi. Para petinggi agama yang semula mulia pun sama kotornya dengan manipulator.
Lihatlah sejarah Eropa.
Setelah gereja versus negara, raja versus tuan tanah, percekcokan besar berikutnya adalah antara Katolik versus Protestan.
Sudah sejak awal abad ke-16 seluruh Eropa mengalami kekecewaan terhadap kekuasaan kapausan gereja Katolik. Gereja melakukan praktik korupsi yang luar biasa besar. Salah satu penyelewengan terbesar kekuasaan gereja itu adalah praktek jual-beli surat pengampunan dosa.
Uang hasil penjualan surat-surat itu dikumpulkan oleh gereja untuk membiayai proyek-proyek pembangunan katedral di berbagai tempat. Proyek terbesar terakhir adalah pembangunan basilika St. Petrus di Roma.
Martin Luther menulis 95 dalih untuk menentang kekuasaan korup gereja. Petisinya dipasang di pintu kastil-gereja Wittenberg, sebuah kota kecil di Jerman, pada 31 Oktober 1517. Gereja marah besar.
Tapi apa daya. Di zaman itu mesin cetak sudah digunakan orang. Petisi akhirnya diperbanyak dan disebarkan ke seluruh Eropa. Reformasi segera terjadi. Seratus lima puluh tahun sejak itu, hampir separo Eropa menjadi Protestan.
Martin Luther telah memberi kontribusi bagi kebebasan beragama. Martin Luther bukan seorang liberal. Ia justru bisa dikategorikan sebagai seorang puritan-fundamentalis, seorang fanatikus-konservatif, dan seorang penafsir literalis terhadap ayat-ayat teks suci.
Tapi sikapnya ini telah membuat praktek korup gereja dikoreksi dengan tajam. Martin menilai gereja menyelenggarakan agama secara serampangan.
Pengaruh Martin Luther yang paling efektif sebenarnya terjadi di Eropa bagian utara. Khususnya di negara-negara Skandinavia.
Reformasi yang dibawanya di sana telah melahirkan sekte kecil tapi agresif. Ia mengkampanyekan doktrin jalan personal menuju kebenaran, tanpa diperantarai oleh pendeta/gereja.
Tak perlu pendeta. Tak perlu gereja atau rumah ibadah. Individu dapat langsung ke langit biru. Langsung berkomunikasi dengan Tuhan.
Doktrin Lutheran mengenai pencarian kebenaran melalui jalan personal yang bebas itu bukan saja telah menimbulkan gelombang kebebasan berbicara, kebebasan berkeyakinan, kebebasan beragama.
Ia juga memberi efek samping perlunya penyelidikan ilmiah yang kritis dan mendalam. Tak hanya terhadap teks kitab suci, tapi juga pada teks alam semesta.
Dengan doktrin ini, pendekatan ilmiah terhadap teks-teks agama berkembang di dunia Protestan. Ini membawa pengaruh pula pada munculnya tradisi ilmiah yang ketat. Singkat kata, dalam pengertian ini, sains modern berutang besar pada gerakan reformasi agama abad ke-16.
*****
Munculnya kapitalisme membawa era baru yang secara radikal mengubah aneka kekuasaan-monarkial Eropa.
Pertarungan gereja dan agama, tuan tanah dan raja, Katolik dan Protestan, telah membuka pintu bagi munculnya kebebasan individual. Datangnya kapitalisme telah merontokkan seluruh dinding pembatas. Jalan menuju kebebasan menjadi lapangan terbuka.
Kapitalisme itu sistem ekonomi yang berbasis pada individu atau perusahaan privat. Pada dasarnya kapitalisme organisasi ekonomi yang didasarkan pada kompetisi pasar. Aneka alat produksi, distribusi, dan pertukaran dimiliki secara privat oleh masyarakat.
Ekonomi feodal yang telah berlangsung berabad-abad di Eropa langsung rontok dengan datangnya kapitalisme. Kapitalisme menghancurkan feodalisme dan monarkisme.
Kapitalisme mencampakkan arti penting garis darah dan keturunan yang mendasari sistem feodal dan monarkial. Ia menciptakan sebuah kelas independen di kalangan pelaku bisnis – sebuah kelas yang tak merasa perlu membuat sangkut-paut apapun dengan kerajaan.
Yang penting dalam Kapitalisme adalah efisiensi, produktivitas. Itu tak ada hubungannya dengan darah biru kerajaan. Itu tak ada hubungannya dengan otoritas pendeta atau gereja. Kapitalisme membawa kultur revolusioner yang sama sekali berbeda.
Kapitalisme menciptakan langit baru. Ia sama sekali berlainan dengan dunia lama yang telah berlangsung selama seribu tahun. Di Inggris, kapitalisme menancapkan akarnya yang terkuat dibandingkan di wilayah manapun di Eropa.
Kapitalisme mulai bangkit di Eropa sejak abad ke-14. Ia mengubah kegiatan bisnis amatir menjadi kegiatan yang lebih sistematis. Pada abad ke-14, perdagangan mulai tumbuh di Eropa. Bisnis dan dunia usaha selama Zaman Pertengahan membeku.
Revolusi teknologi pertanian membuat produksi gandum mengalami surplus. Dunia usaha ini memerlukan ekspansi pasar. Kota-kota pasar dan kota-kota pelabuhan – di Antwerp, Brussels, Venesia, Genoa – menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi.
Sistem tatabuku rangkap yang diperkenalkan pedagang Arab, juga munculnya perbankan yang diperkenalkan pedagang Yahudi, membuat kegiatan bisnis amatir berubah menjadi kegiatan bisnis yang lebih sistematis.
Inggris menjadi pusat kapitalisme di Eropa. Mengapa Inggris? Karena di Inggris terdapat satu-satunya kerajaan yang menjamin hak milik pribadi. Yang menjamin hak milik pribadi menjadi yang paling maju. Yang paling kuat memeluk prinsip kapitalisme yang cepat meroket.
Pada abad ke-15, Inggris kuat dalam urusan administrasi kerajaan. Tapi ia tidak dominan soal kekayaan para pedagang dan tuan tanah. Kerajaan Inggris hanya mengurus penarikan pajak pada kedua kelas ini. Situasi ini berkembang lebih jauh pada abad ke-16. Tercipta ruang publik baru: “Kekayaan milik keluarga, sementara kedaulatan milik para pangeran dan magistratnya.”
Inggris menjadi contoh karena ia paling maju. Kapitalisme pun menjadi virus meluas ke seluruh Eropa.
Impuls komersial berkembang. Tak hanya di aneka wilayah kota tapi juga di area penghasil pertanian di wilayah pedalaman. Pusat perdagangan berpusat ke Inggris Raya.
Tak hanya tumbuh berbagai jenis perdagangan hasil pertanian dan kerajinan. Industri pengolahan, dan bisnis jasa, mulai berkembang.
Mengapa kapitalisme mengalir ke Inggris? Mengapa Inggris menjadi sentral? Tak lain dan tak bukan, itu karena di Inggris kebebasan individual dan hak milik pribadi relatif lebih terjamin. Hadir undang-undang kerajaan menjaminnya.
Dibanding dengan aneka wilayah Eropa lain, Inggris lebih menjalankan prinsip kapitalisme. Juga karena di Inggris, perwakilan parlemen untuk orang biasa sudah tersedia. Ada House of Commons, untuk publik umum. Selain itu untuk para tuan tanah, ada nama House of Lords.
Dengan kata lain, di Inggris, kapitalisme mendapatkan dukungan sistem politik. Inggris pun “rules the wave,” menjadi pusat dunia di zamannya.
*****
Para aristokrat tuan tanah Inggris memacu kapitalisme dengan cara meminta para penyewa tanahnya mengembangkan pertanian secara terspesialisasi.
Yang paling diuntungkan dengan masuknya kapitalisme di Inggris pada abad ke-16 dan ke-17 itu adalah para aristokrat tuan-tanah yang memiliki tanah-tanah luas. Mereka kemudian memaksimalkan hasil pertanian, dengan cara meminta para penyewanya untuk mengembangkan usaha pertanian untuk komoditi-komoditi pertanian yang laku di pasar. Ini membuat kapitalisme merkantilis (khususnya perdagangan hasil pertanian) menjadi berkembang pesat.
Ini berbeda dengan keadaan di Prancis. Karena kelas tuan tanah aristokrat sudah ditarik ke Paris, dan hanya menjadi penikmat kekuasaan monarkial, jauh dari tanahnya. Mereka akhirnya menjadi pendukung monarki, lebih ketimbang menjadi pendukung kapitalisme.
Kapitalisme juga menciptakan kelompok-kelompok orang kaya yang berpengaruh di luar para tuan tanah aristokrat. Karena terlibat dalam perdagangan yang besar di bidang pertanian, manufaktur, dan jasa, banyak orang biasa menjadi kaya raya. Kelompok ini berbeda dengan kelompok orang kaya lama yang berasal dari tuan tanah, kaum aristokrat, yang tanahnya diperoleh sebagai hadiah kerajaan.
Dalam bahasa Inggris, kelompok orang kaya baru ini disebut “yeomen.” Ini jenis manusia yang ambisius, para kapitalis kecil yang agresif. Merekalah yang menjadi anggota pertama kaum borjuasi. Ini kelas pemilik kekayaan industrial yang disebut Marx sebagai “pemilik alat produksi dan pemekerja (employer) bagi para buruh (laborer)-nya.”
Marx secara akurat mengakui para yeomen ini pelopor liberalisasi politik di Eropa. Para yeomen atau berjuasi awal Eropa ini paling diuntungkan dari berkembangnya kapitalisme. Mereka paling menikmati faedah penerapan rule of law, dari pasar bebas, dan dari bangkitnya kelas profesional dan meritokrasi.
Mereka lebih lanjut akhirnya juga menjadi pendukung kecenderungan ini. Karena kenyataan inilah Barrington Moore Jr, seorang sarjana dari Universitas Harvard, melihat peranan borjuasi sangat penting bagi munculnya demokrasi-kapitalis. “Tak ada borjuasi, tak ada demokrasi,” katanya.
Pada sejarah Eropa kita belajar. Betapa petinggi agama menjadi korup jika ia pula menjadi penguasa politik dan ekonomi. Betapa kebebasan ekonomi yang dibawa Kapitalisme, jika ia ditopang oleh demokratisasi politik membawa kemajuan.