Rabu 05 Apr 2017 11:38 WIB

Relawan Berbagai Komunitas Hibur Anak-Anak Korban Longsor

Anggota Polwan bermain dalam rangka trauma healing bersama anak-anak yang selamat dari longsor yang menimbun Desa Banaran, di Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Selasa (4/4).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Anggota Polwan bermain dalam rangka trauma healing bersama anak-anak yang selamat dari longsor yang menimbun Desa Banaran, di Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Selasa (4/4).

REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO -- Sejumlah kelompok relawan dari berbagai komunitas bergantian menghibur anak-anak pengungsi korban tanah longsor  di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, melalui program "trauma healing".

Tak hanya dilakukan oleh relawan dari komunitas peduli seperti Nasyi'atul Aisiyah Jatim, forum komunikasi mahasiswa daerah, PGRI Ponorogo bidang studi bimbingan penyuluhan hingga polwan peduli bencana Polres Ponorogo.

Dialog interaktif yang menghibur serta permainan sederhana membuat anak-anak pengungsi terlihat ceria mengikuti berbagai permainan yang biasanya selalu diakhiri dengan pemberian hadiah makanan ringan, pakaian, hingga alat tulis untuk sekolah.

"Di posko pengungsi ini polwan mencoba membantu mengembalikan jiwa anak-anak pengungsi ini yang trauma karena kehilangan anggota keluarganya. Terapi perlu dilakukan karena mereka masih belum bisa menerima dan belum siap untuk kehilangan orang tuanya," kata kanit Binmas Polres Ponorogo Ipda Nurul Hidayah.

Melalui terapi dialog dan permainan yang dilakukan itu, kata Nurul, diharapkan anak-anak pengungsi korban tanah longsor bisa melupakan bencana dan trauma yang dialami.

Salah satu polwan peduli, Bripda Rahma menyebut, program "trauma healing" sederhana yang mereka lakukan sejak Senin (3/4) cukup berhasil menyemangati anak-anak dan melupakan kesedihan karena sebagian tidak bersama orang tuanya lagi.

Relawan trauma healing dari Nasyi'atul Aisiyah Jawa Timur Aini Sukriah mengusulkan agar anak-anak pengungsi mendapat pendampingan secara berkesinambungan dari pagi, siang hingga malam.

Ia beralasan, bagaimanapun anak-anak pengungsi korban longsor di Desa Banaran tersebut masih sulit menerima kenyataan ditinggal orang tuanya yang menjadi korban longsor.

"Ada baiknya program-program trauma healing dilakukan pagi, siang dan malam dengan konsep berbeda-beda supaya anak-anak ini tegar dan bisa melewati masa-masa kritis trauma bencana. Mereka di sini (penampungan pengungsi) sudah empat hari ini dan tidak tahu mau sampai kapan sehingga perlu didampingi secara intens," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement