Kamis 03 Jul 2014 15:39 WIB

Pemilu Satu Putaran Jawab Kekosongan Hukum

Red: Bilal Ramadhan
 Petugas memasang segel pada gembok kotak suara yang berisi logistik Pilpres di KPUD Kab. Madiun, Jatim, Rabu (2/7).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Petugas memasang segel pada gembok kotak suara yang berisi logistik Pilpres di KPUD Kab. Madiun, Jatim, Rabu (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Forum Pengacara Konstitusi Andi Asrun mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan pengujian Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 menjawab kekosongan hukum terkait pelaksanaan Pilpres 2014 yang memberikan tafsir dilaksanakan satu putaran.

Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 mengatur tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). "Saya apresiasi putusan MK, permohonan ini untuk menjawab terjadinya kekosongan hukum karena konstitusi dan UU 42/2008 Pasal 159 ayat (1) tidak mengatur bagaimana kalau pilpres hanya diikuti oleh 2 pasangan calon," kata Asrun saat konferensi pers usai pembacaan putusan di MK Jakarta, Kamis.

Menurut dia, walaupun semua pasangan calon dalam Pilpres 2014 ini berpotensi memenangkan satu putaran tapi pihaknya menghindari sesuatu yang tidak bisa diselesaikan dalam kondisi kekinian misalnya mendapat separuh suara 50 persen lebih tetapi persebaran tidak tercapai.

Andi juga menegaskan bahwa permohonan ini tidak mengandung kepentingan politik apapun dan tidak berafiliasi pada partai politik atau calon presiden tertentu. "Tidak ada titip-menitip dari parpol maupun capres karena kami menganggap semua capres punya potensi untuk menang, tidak ada yang lebih unggul satu antara yang lain, karena mereka saat ini masih bertarung," tuturnya.

Mahkamah Konstitusi memutuskan Pemilihan Umum Presiden 2014 digelar satu putaran dalam sidang putusan pengujian konstitusional Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Jakarta, Kamis.

"Pasal 159 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dan tidak berlaku hanya terdiri dua pasangan calon," ujar Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusannya bersama hakim konstitusi lainnya.

Mahkamah menilai pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak diberlakukan dengan dua pasangan calon. Menurut Mahkamah, pasal tersebut harus dimaknai bila terdapat dua pasangan calon atau lebih, sehingga jika hanya dua pasangan maka pilpres tidak perlu digelar dua putaran.

Namun dalam putusan ini, putusan MK tidak bulat karena dua hakim konstitusi, yakni Patrialis Akbar dan Wahiduddin Adams memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Umroh plus wisata ke mana nih, yang masuk travel list Sobat Republika di Tahun 2024?

  • Turki
  • Al-Aqsa
  • Dubai
  • Mesir
  • Maroko
  • Andalusia
  • Yordania
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement