Sabtu 30 May 2015 01:38 WIB

Kementerian Agraria akan Dorong Pengakuan Hak Komunal Tanah Adat

Rep: C97/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Ferry Mursyidan Baldan.
Foto: Antara
Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Ferry Mursyidan Baldan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (KATR) akan mendorong pengakuan hak komunal tanah adat. Hal ini disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Feri Mursyidan Baldan pada usai menutup Rapat Kerja Nasional KATR di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta, Jumat (29/5) malam.

"Terkait hak komunal ini kami akan keluarkan bridging regulation. Yaitu kebijakan yang akan menjembatani suku-suku di Papua untuk mendapatkan hak terhadap perlindungan tanahnya," kata Ferry pada awak media. Ia menuturkan pihaknya akan meminta bantuan masyarakat papua untuk menentukan batas wilayah kesukuan.

Menurut Ferry, hal ini ditujukan untuk memberikan kepastian hak masyarakat adat. "Kami akan buat ketetapan dan keputusan perlindungan masyarakat adat," katanya.

Selanjutnya kebijakan perlindungan hak komunal tanah adat akan dibuat menjadi peraturan menteri. Saat ini masih dalam proses dan sudah diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM.

"Saya sudah tandatangani draft permennya. Tapi kan tetap harus menunggu keputusan Kemenkumham," tutur Ferry. Ia berharap, kebijakan tersebut mampu memberikan perlindungan yang pasti terhadap wilayah kesukuan. Sehingga keberadaannya tidak lagi diusik-usik dan terancam.

Selain untuk masyarakat Papua, hak komunal ini pun akan berlaku bagi masyarakat adat lainnya. Seperti suku badui dan masyarakat kampung naga. Bujan hanya itu, Ferry pun mengungkapkan Undang Undang agraria yang sekarang sedang dibahas oleh DPR, sangat mendesak untuk dirampungkan.

"Ada beberapa hal yang harus segera ditetapkan. Seperti kebijakan pembekuan lahan proyek yang kemudian kami beli," ujarnya. Pada dasarnya, menurut Ferry, konsep UU agraria adalah mengembalikan kembali pemanfaatan tanah negara. Dengan cara membeli lahan yang bersangkutan untuk dikembalikan pada negara. Bukan memaksa masyarakat untuk mengembalikannya.

Karena itu ia meminta agar DPR segera menyelesaikan proyek regulasi tersebut. Sebab rancangannya sendiri sudah ada sejak dulu. Hanya tinggal memperbaharuinya sesuai kondisi kekinian. "Undang Undangnya kan yang pernah dibahas. Namun sempat tertunda. Jadi tinggal menambahkan saja apa-apa yang masih kurang didalamnya," ucap mantan anggota DPR RI itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement