REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syaifoel Hardy (CEO Indonesian Nursing Trainers)
Sesudah kasus Misran, kali ini yang menyeruak di media sosial adalah Surat Keputusan Dirjen Yankes Kemenkes. Jabatan fungsional perawat dalam tim penilai pusat angka kredit jabatan fungsional dikepalai oleh seorang non perawat. Surat ini langsung menuai pro dan kontra.
Pihak pro, bersikukuh dunia perawatan pada dasarnya adalah dunia kesehatan. Ada banyak grey area. Dalam hal ini, ruang lingkup keperawatan pada dasarnya bisa dirangkap (baca: dipimpin) oleh profesi kesehatan lainnya. Sedangkan yang kontra berpendapat, keperawatan adalah keperawatan dengan dunianya sendiri yang unik sebagai ilmu dan seni.
Jika profesi lainnya notabene adalah dunia kesehatan kesehatan juga yang tidak lepas dengan grey area (bidan, perawat pigi misalnya), mengapa mereka tidak dipimpin oleh profesi (maaf) kedokteran pula?
Inilah yang menjadikan ganjalan bagi perawat Indonesia yang menuntut independency profesional tanpa mengenyampingkan peran kolaborasi, etika, koordinasi dan policy procedures instansi.
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, tertanggal 5 Februari 2016, tentang Tim Penilai Pusat Angka Kredit Jabatan Fungsional Bidang Kesehatan Dirjen Yankes, di mana Jabatan Fungsional perawat dipegang oleh profesi lain, dirasa sangat diskriminatif.
Dari 6 jenis jabatan fungsional yang ada (jabatan fungsional dokter pendidik klinis, fungsional dokter, dokter gigi, bidan, perawat gigi dan perawat), hanya perawat yang jabatan fungsionalnya dipimpin oleh profesi lain (dr. W.A-initial).