Jumat 22 Sep 2017 16:00 WIB

Pembantaian Kedung Kopi di Solo dan Pemberontakan PKI Madiun

Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948.
Foto: gahetna.n
Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Khoirun (93 th), KH Maruf Nawawi (84), KH Muhayat (98), dan Khoimun (95) adalah korban dan saksi mata kebiadaban PKI dalam peristiwa Madiun 1948. "Kiai dan santri menjadi target pembunuhan nomor satu bagi PKI. Sebelum 1948, banyak kader PKI yang disusupkan ke dalam beberapa pesantren," kata Khoirun saat saya wawancarai di kediamannya di Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, Mei 2016 lalu.

Khoirun sempat dikubur oleh gerombolan PKI dan dikira sudah mati, ternyata masih hidup. Ia dianggap 'sakti' walau sudah mengalami siksaan berat termasuk dibacok dan ditembak. Beberapa pejabat penting di Jakarta kerap meminta semacam 'jimat' doa untuk keselamatan dirinya.

Tiga lainnya juga saya wawancarai di rumahnya pada pertengahan Mei 2016 lalu. Maruf Nawawi di Kecamatan Dagangan. Muhayat di Kecamatan Pilangkonceng. Khoimun di Kecamatan Wungu.

Selama sekitar satu pekan saya menelusuri jejak-jejak PKI dari Solo, Boyolali, Magetan, dan Madiun. Termasuk menemui empat bekas tahanan politik PKI dalam peristiwa 1965-1966, alumni Pulau Buru, Pulau Nusa Kambangan, penjara di Semarang, serta Solo. Mereka inginnya seperti apa? Saya juga tahu dari hasil pengakuan mereka yang usianya rata-rata 70 tahunan itu.

Lalu ada apa di Magetan? Ada sebuah pesantren yang menjadi target utama PKI, yakni Pesantren Takeran. Dikenal juga sebagai Pesantren Sabilil Mutaqien, pimpinan Kiai Imam Mursjud Mutaqien. Pada 17 September 1948 sejumlah tokoh PKI menjemput Kiai Mursjid dan beberapa rekannya dengan alasan mengajak diskusi tentang rencana pembentukan Republik Soviet Indonesia, ke suatu tempat.

"Mereka tidak pernah kembali ke pesantrennya lagi. Sebagian besar ditemukan sudah menjadi mayat di lubang-lubang pembantaian," kata Maruf Nawawi.

Belum lagi di sumur tua Desa Soco, ditemukan 108 jenazah korban kebiadaban PKI. Korbannya antara lain Bupati Magetan Sudibjo dan Muhammad Suhud, ayah mantan Ketua DPR/MPR Kharis Suhud.

Aksi pembantaian ini pun kemba;i terulang. Banyak yang tidak tahu bahwa setelah peristiwa G30S di Jakarta, ternyata ada peristiwa Kedung Kopi, Solo pada 22 Oktober 1965. Gerombolan PKI membunuh 23 demonstran anti-PKI di Kedung Kopi Solo. Rinciannya: 20 pemuda Islam dan tiga pemuda Katolik.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement