Jumat 09 Aug 2019 02:15 WIB

Daripada Ganjil-Genap, Gratiskan Saja Transportasi Umum

Kota Talinn meraih sukses dengan menggratiskan transportasi umum.

Nur Aini
Foto: dok. Republika
Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID,  oleh Nur Aini*

Transportasi di Jakarta menjadi biang masalah. Kemacetan harus dihadapi warganya setiap hari. Tidak aneh, warga Jakarta punya istilah "tua di jalan" untuk menggambarkan lamanya kemacetan yang harus mereka hadapi setiap hari. Kemacetan itu disumbang oleh banyaknya kendaraan bermotor yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai lebih dari 138 juta unit pada 2017. Jumlah kendaraan itu didominasi jenis mobil penumpang dan sepeda motor.

Masalah lain dari transportasi yang harus dihadapi Jakarta adalah polusi udara. Kualitas udara di Jakarta jadi langganan masuk yang terburuk sedunia. Buruknya polusi udara di Jakarta mengalahkan kota-kota industri di dunia seperti Johannesburg di Afrika Selatan dan Krasnoyarsk di Rusia.

Menghadapi masalah yang disebabkan oleh transportasi tersebut, Pemprov DKI Jakarta baru-baru ini memperluas pemberlakuan ganjil genap. Sistem ganjil genap yaitu hanya kendaraan dengan pelat ganjil bisa melintas di tanggal ganjil dan begitu juga dengan pelat genap hanya boleh melintas saat tanggal genap. Sistem ganjil genap tersebut diperluas menjadi 16 area dari sebelumnya hanya sembilan area. Perluasan itu didasari penilaian pemberlakuan ganjil genap mengurangi kemacetan di sembilan area. Perluasan ganjil genap tersebut mengecualikan sepeda motor dan angkutan umum. Akan tetapi, wacana pemberlakuan ganjil genap untuk sepeda motor sempat mengemuka, yang bisa jadi tinggal menunggu waktu untuk berlaku.

Solusi masalah transportasi di Jakarta itu tentu mengundang pro dan kontra di masyarakat. Pertanyaan paling utama adalah seberapa efektif ganjil genap menyelesaikan masalah kemacetan dan jika masih bisa berharap mengurangi polusi udara? Pada pelaksanaan ganjil genap yang hanya mencakup 16 area (sebagian besar adalah ruas jalan utama), tidak akan cukup memadai untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Pengendara cukup menghindari ruas jalan yang berlaku ganjil genap.

Jakarta butuh solusi alternatif yang belum pernah dicoba yaitu menggratiskan seluruh transportasi umum bagi warganya. Solusi menggratiskan transportasi umum bagi warga untuk mengatasi kemacetan berhasil diterapkan di salah satu kota di Estonia, Talinn. Gagasan menggratiskan tiket transportasi umum di Talinn justru datang saat Estonia terpukul oleh krisis keuangan global 2008. Talinn mengambil langkah berbeda dari kota-kota lain yang melakukan upaya penghematan besar-besaran. Talinn menggratiskan transportasi umum yang berarti kehilangan pendapatan 12 juta euro dari tiket.

Setelah digratiskan, alih-alih bangkrut, Talinn justru menikmati kemajuan yaitu naiknya pendapatan dari sektor lain seperti pariwisata dan pendapatan pajak. Penggunaan transportasi publik di Talinn meningkat 10 persen. Jumlah mobil di pusat kota juga turun 10 persen. Perkembangan itu berarti kemacetan di kota tersebut berkurang. Talinn juga mendorong kemudahan mobilitas dan akses ke pekerjaan bagi warganya dengan menempatkan bus gratis di pinggir-pinggir kota.

Keberhasilan Talinn dalam mengelola transportasi umum tersebut menggoda kota-kota lainnya di Estonia. Saat ini, 11 dari 15 wilayah Estonia telah mengadopsi solusi transportasi umum gratis bagi warganya. Bahkan, Estonia berniat menjadi negara pertama di dunia yang menggratiskan transportasi publik. Seperti laporan di the Economist, keberhasilan Talinn juga menarik pejabat kota dari negara lain seperti Prancis, Swedia, Polandia, Italia, dan Jerman untuk belajar pengalaman tersebut. Luksemburg akan memperkenalkan transportasi publik gratis pada 2020. Sementara, Inggris akan mulai menggratiskan transportasi publik bus bagi pensiunan. Kota Wales juga menggratiskan transportasi umum setiap pekan untuk menarik wisatawan.

Memang, solusi itu tidak serta merta menghentikan orang membawa kendaraan pribadi. Pemerintah juga harus menanggung subsidi untuk transportasi umum. Belgia sempat menggratiskan transportasi umum selama 16 tahun hingga akhirnya dicabut karena subsidi terus naik. Meski demikian, besarnya APBD Jakarta  beserta pendapatannya, subsidi bisa dicarikan sumbernya. Tinggal niat pemerintahannya untuk serius mengelola transportasi publik termasuk anggaran daerah. Setidaknya, Talinn sudah membuktikan bahwa menggratiskan transportasi umum membantu mengalihkan pengguna kendaraan pribadi. Berkurangnya pengguna kendaraan pribadi membuat Talinn turut mengurangi tempat parkir dan masalah mahalnya tarif parkir tak lagi dirasakan warganya. Tempat parkir kemudian beralih menjadi jalan bus. Selanjutnya tinggal, buat nyaman pengguna transportasi publik di Jakarta. Apakah Jakarta berani coba?

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement