REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam rangka Hari Tari Dunia 29 April lalu, kelompok Mugi Dance menghadirkan kreasi karya tari terbaru bertajuk “Mulut-Mulut Kodok” di Universitas Negeri Semarang (Unes).
Mugiyono Kasido, koreografer yang juga pendiri Mugi Dance mengatakan, karyanya tersebut merupakan sindiran bagi pihak-pihak yang hanya kuat di bicara namun lemah dalam tindakan.
“Sikap demikian seperti halnya kodok yang menyanyi. Suaranya nyaring, enak didengar, tapi hanya suara saja,” ujar Mugiyono kepada Republika.co.id.
Dalam karyanya tersebut, koreografer yang mendapat Rekor MURI menari selama 36 jam nonstop di tahun 2011 mengeksplorasi bel atau “klinthing” baik sebagai sumber bunyi, kostum maupun gerakan.
“Saya mengamati di banyak budaya tradisi, kok memakai ‘klinthing’, jadi kemudian saya punya ide untuk mengeksplorasinya menjadi bentuk kekinian atau kontemporer,” ujar ayah dari penari cilik Marvel Gracia ini.
Diungkapkannya, karya ini pertama kali dipentaskan pada Maret lalu dalam Festival Asia yang digelar di Studio Mugi Dance, Pucangan Kartasura dalam bentuk karya tunggal/Solois. Kini karya itu dikembangkan dalam bentuk kelompok dengan jumlah penari empat orang.
Jika dalam kebanyakan tari tradisi, “klinthing” hanya dipakai d bagian kaki atau badan, Mugi mengembangkannya dengan memakainya juga di bagian kepala. Tubuh penari dibalut kostum yang berwarna merah yang dihiasi puluhan “klinthing” sehingga ketika bergerak akan sekaligus menimbulkan bunyi yang sekaligus mewarnai tarian.