REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG -- Sidang lanjutan perkara korupsi terdakwa Bupati Lampung Timur, Satono, terus diwarnai aksi demo pro dan kontra di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Bandar Lampung, Senin (9/5). Saat masuk dan keluar sidang terdakwa menutupi kepalanya dengan jaket hitam takut dilempar sesuatu oleh pendemo.
Dua aksi massa yang pro dan kontra dengan terdakwa telah berdatangan mengepung PN Tanjungkarang sebelum sidang dimulai. Terdakwa pun belum bisa memasuki gedung PN lantaran pintu masuk PN terblokir aksi massa. Polisi terpaksa membatasi aksi dengan memasang mobil anti huru hara/water canon.
Terdakwa Satono mendatangi gedung PN pukul 11.00 lewat pintu gerbang di depan massa pro dirinya. Sementara pengunjuk rasa yang kontra terus menghujani terdakwa yang mau masuk ruang sidang dengan kata-kata yang menghujat terdakwa.
"Maling... maling... maling... Rampok... Rampok... perampok uang rakyat," teriak massa bersamaan. Terdakwa dan para pengawalnya tak menggubris hujatan pendemo yang kontra. Dengan pengawal pribadi berjumlah delapan orang, terdakwa diapit dan kepala ditutup jaket melaju ke ruang sidang Garuda.
Selama sidang berlangsung, aksi dua kelompok massa di depan PN berjumlah ratusan orang ini, semakin panas. Massa kontra bernama Genta Lampung Timur, menggelar orasi dan memasang boneka dan pundi karung berupa gratifikasi. Sedangkan massa pro juga berorasi secara bergantian.
Saat berorasi massa kontra didatangi orang tidak dikenal, dan nyaris terjadi bentrok fisik, sebelum diamankan polisi. "Kami tahu yang demo pro Satono, mereka diambil dari penghuni hutan Register, karena takut digusur bupati," ujar Sukardi, seorang pendemo kontra terdakwa.
Seusai sidang Satono tidak berhasil diwawancarai wartawan, karena ketatnya pengawalan sejumlah orang berbadan tegap. Dalam sidang ketiga ini, mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum, atas pembelaan penasehat hukum terdakwa.
Satono dijerat dengan kasus korupsi penyalahgunaan kekuasaannya memindahbukukan kas daerah APBD Kabupaten Lampung Timur saat dirinya menjabat bupati periode pertama 2004-2008 sebesar Rp 119 miliar. Terdakwa turut menyetujui mendepositokan kas daerah tersebut di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana.
Terkuaknya kasus ini, karena Pengusaha ternama di Lampung, Sugiharto Wihardjo alias Alay, yang juga komisaris utama PT BPR Tripanca Setiadana, mengalami pailit. Sejumlah aset Tripanca grop berguguran, termasuk BPR Tripanca harus gulung tikar.
Dana kas daerah APBD Lampung Timur pun tidak bisa diambil utuh oleh Pemkab setempat. Akibatnya, terjadi gangguan dalam pelaksanaan program pemkab setempat.