Senin 20 Jun 2011 14:56 WIB

LPSK: Nurhayati Wajib Dilindungi

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan pelapor (terkenal dgn istilah 'whistle blower' atau peniup peluit) mafia anggaran DPR wajib dilindungi bukan dijatuhkan sanksi.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin, menyayangkan sikap Badan Kehormatan (BK) DPR yang menjatuhkan sanksi terhadap Wa Ode Nurhayati anggota Badan Anggaran dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) atas informasinya yang disampaikan pada stasiun TV swasta tentang adanya mafia anggaran di DPR.

Abdul Haris menyatakan Wa Ode dapat dikatakan "whistle blower" karena telah menginformasikan adanya kesalahan prosedur dan permainan mafia dalam badan anggaran DPR yang tidak pernah terungkap sebelumnya.

Selain itu, Ketua lPSK menyatakan pemberian sanksi terhadap Wa Ode justru terkesan sebagai bentuk intimidasi terhadapnya dan dikhawatirkan akan menyurutkan semangat pihak-pihak yang akan membongkar adanya mafia tersebut dalam badan anggaran DPR.

LPSK sesuai dengan tugas dan kewenangannya dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban berwenang memberikan perlindungan terhadap saksi, korban dan pelapor dalam sistem peradilan pidana, terlebih kasus mafia tersebut dapat dikategorikan tindak pidana korupsi.

"Jika Wa ode melaporkan kepada aparat penegak hukum, LPSK akan segera jamin perlindungan terhadap dirinya sesuai dengan prosedur yang berlaku, terutama jika yang bersangkutan membutuhkan dan adanya ancaman terhadap pihak-pihak, jika kasus tersebut terbongkar," kata Haris.

Saksi dan pelapor tindak pidana korupsi adalah prioritas LPSK, sehingga Wa Ode serta pihak lainnya yang akan melaporkan tindakan yang menyakitkan hati rakyat tersebut punya hak untuk dilindungi dan negara berkewajiban menjamin perlindungan terhadap hal itu, katanya.

Selain itu, Ketua LPSK menyampaikan untuk menghindari serangan balik dan sebaiknya tidak perlu menyebutkan nama-nama yang terlibat.

Ketentuan pasal 39 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 telah memberikan sanksi pidana terhadap pihak-pihak yang dapat menyebabkan saksi dan keluarganya kehilangan pekerjaan akibat kesaksiannya dalam proses peradilan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement