REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – Pemerintah Bangladesh akan tetap mempertahankan Islam sebagai agama resmi negara, meskipun Perdana Menteri Syekh Hasina berjanji akan mengembalikan karakter sekuler di negara tersebut.
Bangladesh—bangsa mayoritas Muslim dengan penduduk 150 juta jiwa—dinyatakan sebagai republik sekuler pada 1972. Namun serangkaian amandemen konstitusi oleh dua diktator militer menghilangkan prinsip tersebut dan menjadikan Islam sebagai agama resmi negara pada 1988.
Sejak berkuasa dua tahun lalu, Hasina telah mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan sekularisme, namun amandemen konstitusi yang disetujui kabinetnya, Senin (20/6) kemarin, menghentikan langkah reformasi penuh Hasina.
"Islam akan tetap menjadi agama negara," kata Menteri Hukum, Shafiq Ahmed, kepada AFP. "Namun warga Bangladesh yang beragama Hindu, Buddha dan Kristen tetap diizinkan mempraktikkan ajaran agama mereka secara bebas."
Keputusan ini dikecam oleh beberapa mitra koalisi Hasina dalam kelompok sayap kiri, Liga Awami, dan forum bersama Hindu, Buddha dan Kristen yang berpengaruh. Mereka menganggap keputusan tersebut sebagai pelanggaran kepercayaan.
Menurut surat kabar Bangladesh bertiras besar, Kantha Kaler, dua menteri senior kabinet juga menentang usulan tersebut, tetapi ditolak. "Ini akan menciptakan masalah hukum dan politik. Secara ideologi, hal ini sulit dipahami," kata Ataur Rahman, profesor politik di George Mason University AS, yang berasal dari Dhaka.