REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan potensi kerugian negara dari sektor migas (Minyak dan Gas) pada tahun ini sangat besar. Hingga pertengahan tahun ini saja, KPK telah menyelamatkan Rp 148,5 triliun .
Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Haryono Umar menjelaskan, pada tahun 2008, negara melalui BP Migas telah mengeluarkan uang untuk membeli aset-aset migas seperti alat bor, tanah, rumah, helikopter, dan mobil sebesar Rp 27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 270 triliun. Namun, pemerintah tidak pernah mencatat aset-aset yang telah dibeli itu.
“Ini sangat berbahaya tidak ada pencatatan aset,” kata Haryono dalam perbincangan dengan Republika melalui sambungan telepon, Kamis (7/7) pagi.
Menurutnya, aset-aset milik pemerintah yang tidak tercatat itu kemudian digunakan oleh perusahaan-perusahaan migas asing. Hal tersebut sangat berbahaya aset-aset itu sangat berpotensi besar untuk diakui milik perusahaan asing tersebut.
“Nah di sinilah letak besarnya potensi kerugian negara yang ditimbulkan karena aset-aset milik pemerintah itu sangat mudah untuk dihilangkan,” ujar Haryono.
Melihat besarnya potensi kerugian negara yang ditimbulkan itu, KPK kemudian pada tahun 2008 lalu telah merekomendasikan kepada pemerintah untuk mencatat aset-asetnya. Namun, hingga kini hal tersebut belum pernah dilaksanakan.
Tidak mau menunggu lambannya kerja pemerintah untuk mencatat aset-aset itu, pada awal tahun 2011 KPK turun tangan. Hingga pertengahan tahun 2011 ini, KPK sudah mencatat aset-aset negara yang terancam hilang itu sebesar Rp 148,5 triliun. Aset-aset itu berupa fisik seperti helikopter, tanah, rumah, mobil, dan lain-lain.
KPK, kata Haryono, terus mendesak pemerintah untuk mendata dan mencatat aset-aset pada sektor migas. Namun, hingga saat ini belum ada satupun tanggapan yang berarti dari pemerintah. “Padahal, kita sudah laporkan masalah ini ke Presiden RI,” kata Haryono.