REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dibentuknya koalisi penyelamatan demokrasi oleh partai kecil dan menengah dianggap sebagai bentuk ketakutan partai kecil. Terutama menghadapi pemilu 2014 dengan revisi UU Pemilu. Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan koalisi ini dibentuk secara ad hoc untuk menghadapi UU paket politik.
"Dengan ini, pertarungannya semakin jelas yakni partai besar dan partai kecil. Jelas partai kecil ketakutan," katanya, Kamis (28/7). Artinya, partai kecil dan menegah berusaha agar eksistensinya dalam parlemen bisa tetap dipertahankan untuk periode mendatang.
Dengan kata lain, lanjutnya, koalisi-koalisi yang dibentuk di ranah politik tak lebih dari sekadar kongsi kepentingan saja. Termasuk koalisi yang dibangun oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia kembali menegaskan Setgab yang dibentuk SBY pun hanya dagelan untuk membuat presiden terlindungi.
Dengan berjalannya waktu, semakin terlihat seringnya terjadi konflik di tubuh Setgab. Termasuk ketika akan membahas besaran ambang batas atau parliamentary threshold (PT). Maka, dampak dari itu, koalisi yang dibentuk akan kembali cair.
Saat ini, hal itu terlihat dari adanya koalisi penyelamatan demokrasi. Koalisi ini juga disepakati oleh partai-partai yang notabene berada juga dalam keanggotaan Setgab. "Tampaknya memang koalisi ini dibentuk untuk memperjuangkan nasib hidup mati partai atau membiarkan monopoli partai besar terus berlangsung," katanya.
Menurut Yunarto, partai yang akan menjadi penentu dan kemungkinan berada di wilayah abu-abu adalah Partai Demokrat (PD). Sebab, jika PD menetapkan PT terlalu tinggi, partai menengah dan kecil yang tergabung dalam koalisinya akan merasa terkhianati.
"PD bukan tidak mungkin bersikap abu-abu dibandingkan dua partai besar lainnya yaitu Partai Golkar atau PDIP. PD mungkin akan melunak dan moderat dalam kondisi yang ada," katanya.