REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat dari Setara Institute, Hendardi, berpendapat aktivis HAM Munir sudah menjadi pahlawan di hati rakyat sehingga tidak perlu diberi gelar pahlawan nasional, seperti yang diusulkan beberapa pihak tepat pada tujuh tahun tewasnya Munir, Rabu.
"Menurut saya, Munir sudah menjadi pahlawan kita semua. Arti pahlawan itu yang penting maknanya, bukan kepada gelarnya," kata Hendardi disela-sela pemaparan hasil survei Setara Institute tentang "Keberagamaan Publik dan Sikapnya Terhadap Ahmadiyah", di Jakarta, Kamis (8/9).
Hal itu diungkapkan Ketua Setara Institute terkait usul sejarawan LIPI Asvi Warman Adam untuk memberi gelar pahlawan terhadap Munir. Menurut Asvi Warman Adam, perjuangan Munir sebagai penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia harus dihargai.
"Kita mempersoalkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak bisa menyelesaikan persoalan Munir hingga saat ini. Tetapi kita minta agar dia(Presiden, red) memberi gelar pahlawan terhadap Munir. Saya kira itu tidak konsisten, kata Hendardi.
Hendardi juga menanggapi pernyataan juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Rabu (7/8), yang menuturkan bahwa selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak ada satu pun pelanggaran HAM yang berat terjadi
"Pernyataan itu tidak ada artinya apa-apa. Jangan mengedepankan bahwa itu adalah prestasi dengan tidak adanya pelanggaran HAM yang terjadi selama periode Presiden SBY, tetapi Presiden seharusnya segera menyelesaikan persoalan Munir dan mengetahui siapa otak dibalik pembunuhannya," jelas Hendardi.
Munir meninggal dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda 7 September 2004. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, diketahui terdapat kandungan racun arsenik dalam tubuhnya. Hingga saat ini kasus kematian Munir masih menjadi misteri dan belum diketahui aktor intelektual dibalik kematian penggiat HAM itu.
Tepat pada tujuh tahun tewasnya Munir, beberapa pihak menyetujui atas usul gelar pahlawan nasional terhadap Munir termasuk Menteri Sosial, Salim Segaf Al Jufri dan Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saefudin.