Selasa 13 Sep 2011 20:19 WIB

Hentikan Provokasi Terkait Kasus Ambon!

Rep: Palupi Annisa Auliani/ Red: cr01
Sejumlah personil TNI AD melakukan pengamanan sejumlah ruas jalan dan kawasan pemukiman pasca kerusuhan di Kota Ambon, Selasa (13/9). Situasi dan kondisi keamanan mulai berangsur membaik sehingga aktivitas masyarakat kembali normal.
Foto: Antara/Izaac Mulyawan
Sejumlah personil TNI AD melakukan pengamanan sejumlah ruas jalan dan kawasan pemukiman pasca kerusuhan di Kota Ambon, Selasa (13/9). Situasi dan kondisi keamanan mulai berangsur membaik sehingga aktivitas masyarakat kembali normal.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Shiddiq, meminta provokasi tentang situasi di Ambon dihentikan.

Dia mengatakan saat ini banyak beredar informasi ke organisasi massa Islam, tentang adanya sweeping aparat keamanan terhadap tokoh mereka. "Seolah (di kabar itu) ada keberpihakan aparat terhadap salah satu pihak," kecam dia, melalui layanan pesan singkat (SMS), Selasa (13/9).

Mahfudz mengatakan beredarnya provokasi tersebut mengindikasikan ada pihak-pihak tertentu yang bekerja untuk memicu konflik sehingga isu dan pemberitaan media terus membesar. "Tentu ada targetnya. Pengalihan isu bisa jadi merupakan salah satu target di belakang provokasi tersebut," tudingnya.

Mahfudz meminta polisi dan intelijen agar bertindak cepat dan tanggap merespon situasi ini. Sebaliknya, masyarakat dan kelompok agama dia minta cermat dan awas agar tidak mudah diadu domba.

Sebelumnya, Mahfudz juga meminta media massa bersikap hati-hati dalam memberitakan insiden bentrok warga di Ambon. Konflik antar kelompok di Ambon bisa meluas dan membesar bila semua pihak, termasuk media massa, tak hati-hati bersikap.

Mahfudz mengakui kecepatan media massa di satu sisi telah membuka pengetahuan masyarakat tentang peristiwa yang terjadi. Media massa juga ‘memandu’ masyarakat untuk bertindak tepat menyikapi insiden ini. Investigasi dari media massa pun menjadi penangkal gerakan pihak-pihak yang memancing di air keruh. "Namun di sisi lain, pers juga harus hati-hati agar tidak melakukan pola pemberitaan yang justru bisa memicu perluasan dan pembesaran konflik," ujarnya.

Pola yang tak tepat, sebut dia, misalnya dengan mengungkit kerusuhan Ambon pada masa lalu serta berulang-ulang menayangkan situasi konflik dan kekerasan. Juga pola pemberitaan yang fokus pada korban kekerasan dan komentar negatif narasumber.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement