REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Meutya Hafid, mengatakan Komisi XI menggandeng lembaga swadaya masyarakat Indonesian Corruption Watch untuk menetapkan anggota Badan Pemeriksa Keuangan pengganti TM Nurlif yang nonaktif.
"Kriteria utama anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus mempunyai "track record" (rekam jejak, red)yang bersih. Selain itu juga integritas dan kinerja dari calon ini. Untuk itu DPR menggandeng ICW untuk mendengar masukan untuk calon anggota BPK itu," kata Meutya di gedung DPR, Jakarta, Senin.
Selain menggandeng ICW, tambah dia, maka DPR juga mengandeng Badan Intelijen Negara (BIN). Menurut dia, masukan dari ICW dan BIN ini nantinya sangat berguna untuk menentukan anggota BPK. Apalagi, lanjut dia, ketujuh calon anggota tersebut berasal dari akademisi."Sama dengan pak Nurlif yang juga berasal dari luar BPK," ujar politisi yang berasal dari partai berlambang pohon beringin ini.
Disinggung mengenai siapa yang berpeluang untuk menjadi anggota BPK, Meutya mengatakan semuanya berpeluang menjadi anggota BPK. Hanya saja, lanjut dia, DPR sedang mengkaji calon yang benar-benar bersih, mempunyai kinerja yang baik dan mempunyai integritas.
Rencananya Komisi XI DPR akan melakukan rapat dengar pendapat dengan ICW terkait calon pengganti anggota VII BPK pada hari Senin pukul 10.00. Tapi hingga setengah jam berlalu, rapat dengar pendapat akhirnya dibatalkan karena ketidakhadiran ICW.
DPR telah membeberkan 16 nama calon anggota BPK yakni Fadjar OP Siahaan, Soemardjo, Achmad Sanusi, Edy Suratman, Wewe Anggraeningsih, Eddy Rasyidin, Emita Wahyu Astami dan Eko Sembodo.Selain itu, Iskarima Supardjo, Jupri Bandang, Bahrullah Akbar, Ktut Gde Wijaya, Faisal, Elvin B. Sinaga, Imam Solahudin dan Kunto Endriyono.
Sebelumnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merekomendasi tujuh calon anggota BPK, yakni Eddy Suratman, Emita Wahyu Astami, Achmad Sanusi, Fadjar O.P. Siahaan, Eddy Rasyidin, Wewe Anggraeningsih dan Soemardjijo. Rekomendasi ini diberikan pada DPR untuk untuk memilih satu anggota BPK pengganti Nurlif.
Rekomendasi DPD ini merupakan salah satu ketentuan yang diatur dalam UU tentang BPK di mana calon anggota akan mendapatkan pertimbangan dari DPD sebelum dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh DPR.
Setelah proses di DPD, Komisi XI DPR akan melakukan fit and proper test untuk menentukan satu pengganti anggota BPK. Ketua BPK, Hadi Poernomo menjelaskan bahwa proses pergantian Nurlif sepenuhnya merupakan kewenangan DPR. "Itu merupakan kewenangan DPR dan BPK tidak ikut campur dalam keputusan tersebut," kata Hadi.
TM Nurlif ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 1 September 2009, sehingga BPK menonaktifkan yang bersangkutan. Nurlif diduga turut menerima suap cek pelawat saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, Miranda Swaray Goeltom. Nurlif saat itu duduk sebagai anggota Komisi Keuangan dan Perbankan dari Fraksi Partai Golkar.