REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah mengaku pihaknya telah memblokir situs-situs radikal, Baik diminta ataupun tidak oleh pihak tertentu. Langkah itu telah dilakkan sejak Maret 2008 menyusul diberlakukannya UU No.11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, GatotS Dewa Broto, pihaknya menerima sedikitnya 900 aduan masyarakat soal laman porno dan radikal. Dari total itu, tak semuanya diblokir karena mesti dilakukan verifikasi lebih jauh. Hanya sebanyak 300 sistu yang berhasil di blok. Diakui, upaya penutupan tidaklah mudah. Tetapi pihaknya terus berupaya menutup semua situs yang bertentangan dengan UU. “Kita canangkan kick off sejak Agustus 2000,” tegasnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (28/9)
Ia menegaskan pemerintah tak cuma menutup situs-situs porno ataupun radikal. Tetapi juga laman-laman lain yang memuat konten yang dinilai berlawanan dengan UU ITE. Dalam UU itu disebutkan pasal 27-37 larangan pemuatan konten yang mencemarkan nama baik, mengandung SARA, atau memuat isi yang terkait teroirisme dan tindak kekerasa.
Desakan pemblokiran situs-situs radikal muncul dari Nahdlatul Ulama. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Aqil Siroj meminta pemerintah memblokir situs-situs internet yang menyebarkan faham radikalisme. Mengingat dampak yang diakibatkan tidak kalah bahaya dengan efek yang ditimbulkan oleh laman yang memuat pornografi.
Situs-situs tersebut ditengarai bisa mendorong terjadinya aksi-aksi dan sikap radikal hingga menimbulkan gerakan terorisme yang meresahkan masyarakat. “Radikalisme tak kalah bahayanya dengan pornografi,”katanya di hadapan wartawan di gedung PBNU, Jakarta, Selasa (27/9).