REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Bandung dan Semarang memvonis sejumlah terdakwa kasus korupsi. Tak ayal, pengadilan khusus itu mendapat kritikan tajam dari masyarakat dan pegiat anti korupsi.
Keberadaan Pengadilan Tipikor daerah pun saat ini dipertanyakan. Pegiat anti korupsi dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, M Hendra Setiawan, Pengadilan Tipikor lebih baik hanya berada di Jakarta saja.
"Kita lihat, Pengadilan Tipikor di Jakarta selalu berhasil memvonis 100 persen terdakwa korupsi yang dituntut oleh jaksa KPK," kata Hendra di Jakarta, Kamis (13/10).
Hendra menjelaskan, Pengadilan Tipikor di daerah sangat rapuh. Dari segi pengawasan, pengadilan itu sangat lemah. Selain itu, sumber daya hakimnya pun dianggap tidak memiliki kapabilitas yang lebih baik seperti hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta. "Artinya, hakim-hakim yang ada di Pengadilan Tipikor daerah adalah hakim-hakim kelas dua," ujarnya.
Ia mengingatkan, jika alasan dibentuknya Pengadilan Tipikor daerah adalah untuk memudahkan proses persidangan, hal tersebut dianggapnya tidak masuk akal. Jika, hasil yang diperoleh sebaliknya, yaitu malah memudahkan bebasnya seorang terdakwa kasus korupsi. "Mana yang ingin didapat, memudahkan terdakwa untuk menjalani sidang atau mendapat kepastian hukum," kata Hendra.
Oleh karena itu, sebelum Mahkamah Agung (MA)membentuk Pengadilan Tipikor di daerah baru, sebaiknya hal tersebut ditinjau ulang dulu. Hal tersebut bertujuan supaya penegakan hukum di persidangan bisa berjalan lebih baik lagi.
Seperti diketahui, Pengadilan Tipikor di daerah saat ini menjadi sorotan publik. Pasalnya, majelis hakim di pengadilan ini beberapa kali membebaskan terdakwa korupsi. Di antaranya adalah Pengadilan Tipikor Bandung yang membebaskan tiga terdakwa kasus korupsi yaitu Walikota Bekasi, Walikota Subang, dan Wakil Walikota Bogor.
Bukan hanya pengadilan Tipikor Bandung, Pengadilan Tipikor Semarang juga membebaskan terdakwa kasus korupsi. Terdakwa kasus korupsi pengadaan sistem informasi administrasi dan kependudukan (SIAK) online di Kabupaten Cilacap, yakni Direktur Utama PT Karunia Prima Sedjati, Oei Sindhu Stefanus, bebas dari segala dakwaan.