REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO - Sikap ragu-ragu yang ada pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kebijakan reshuffle kabinet belakangan ini, masih saja ada. Menurut mantan Ketua MPR, Amien Rais, sikap ragu-ragu dan gamang dari SBY ini bisa dibuktikan dengan masih utuhnya komposisi menteri dari kalangan parpol.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Amien Rais, memang ada beberapa menteri dari kalangan parpol yang diganti. Namun penggantinya tersebut, tetap berasal dari kalangan partai yang sama. Seperti menteri dari PAN, disebut Amien ada tiga menterinya yang di-reshuffle. Antara lain, Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar. Namun ternyata, penggantinya juga dari kader Partai Demokrat.
"Jadi, meski dilakukan reshufel, menteri dari kalangan parpol memang tetap utuh-tuh," kata Amin, usai memberi kuliah umum bagi mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Jenderal Sodriman (Unsoed) Purwokerto, Senin (17/10).
Dia menyebutkan, dalam posisi politik yang kuat seperti sekarang ini, SBY mestinya tidak perlu ragu atau gamang dalam melakukan reshuffle. Kalau SBY melihat seseorang memang mampu menjalankan tugas sebagai menteri, SBY tidak perlu mempertimbangkan sosok itu berasal dari kalangan partai atau bukan.
"Mungkin saja dalam perjalannnya ada orang yang usil kemudian mengritik penunjukkan orang yang jadi menteri tersebut. Tapi kalau memang nantinya menteri tersebut bisa menunjukkan prestasinya, tentu orang yang usil tersebut akan diam sendiri," jelasnya.
Dia justru mencontohkan apa yang dilakukan SBY saat ini, sama dengan apa yang dilakukan Presiden AS Harry Truman. Amien menyebutkan, pada masa kepemimpinanannya, Harry Truman banyak meminta pertimbangan dari kiri, kanan, depan dan belakang atas keputusan yang diambilnya. Dan kemudian, langkah yang terlalu banyak pertimbangan justru membuat pemerintah Harry Truman menjadi goyah.
Pada bagian lain ia mengakui, penunjukkan menteri yang berasal dari kalangan parpol memang tidak menjadi masalah. Di negara-negara demokrasi mana pun, yang memegang pucuk jabatan pemerintahan, memang berasal dari kalangan parpol.
Namun dia mengingatkan, seseorang aktiovis parpol yang kemudian menduduki jabatan di pemerintahan, baik menjadi mentetri, presiden, atau gubernur, mestinya sudah menanggalkan semua atributnya sebagai tokoh parpol.
Seluruh pikiran dan perhatiannya, harus tercurah sepenuhnya untuk kepentingan bangsa dan negera. "Tapi saat ini, yang terjadi memang tidak seperti itu. Orang partai yang menjadi pejabat negara, ternyata masih saja menfokuskan perhatiannya untuk kepentingan partai," tandasnya.