REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana gugatan Pasal 36 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang diajukan sejumlah aktivis anti korupsi. Mereka adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Feri Amsari (dosen Universitas Andalas), Teten Masduki, dan Zainal Arifin Mochtar (dosen UGM).
Dalam petitum (tuntutan) permohonannya, para pemohon meminta MK membatakan pasal yang mengatur prosedur pemeriksaan izin kepala daerah yang terlibat kasus hukum oleh presiden itu. Pemohon menilai keberadaan aturan itu bertentangan dengan konstitusi.
Salah satu kuasa hukum pemohon Alvon Kurnia Palma menyatakan, UU Pemda Pasal 36 Ayat 1, 2, 3, 4, 5 bertentangan dengan Pasal 24 Ayat 1, 27 Ayat 1, 28D Ayat 1, dan Pasal 28I Ayat 2 UUD 1945. "Aturan ini harus dibatalkan sebab inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Alvon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Anwar Usman di Gedung MK, Senin (24/10).
Alvon mencontohkan, Pasal 36 Ayat 1 berbunyi, 'Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari presiden atas permintaan penyidik.' Alvon menilai, pasal itu bertentangan dengan prinsip peradilan yang independen, peradilan cepat, persamaan di depan hukum (equality before the law), nondiskriminasi, dan peradilan cepat.
Dalam penuntasan beberapa kasus korupsi, kata dia, penanganan oleh penyidik menjadi terhambat (justice delay). Hal itu berpotensi merugikan hak konstitusional para pemohon yang concern terhadap pemberantasan korupsi.
Menurut Alvon, harusnya tak ada perbedaan antara pencuri ayam dan kepala daerah yang diduga korupsi. Pasalnya, ketika pelaku maling ayam langsung ditindak, namun mengapa kepala daerah harus wajib mendapat izin presiden. "Hal ini bentuk pelanggaran prinsip nondiskriminasi dan bertentangan dengan asas equality before the law," katanya menegaskan.
Anwar Usman menilai secara umum struktur permohonan cukup bagus. Namun, ia menyarankan agar pemohon memasukkan data kasus (korupsi) kepala daerah yang terkendala dengan izin presiden. Misalnya, sejumlah permohonan izin pemeriksaan kepala daerah yang diajukan kejaksaan atau kepolisian terhambat lantaran ada syarat izin dari presiden.
"Faktanya cukup banyak kasus korupsi yang melibatkan pejabat. Ini perlu dimasukkan sebagai bukti oleh pemohon," kata Anwar.
Untuk diketahui, Pasal 36 UU Pemda ini juga tengah diuji di MK dengan pemohon Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Windu Wijaya dan advokat Anwar Sadat. Proses persidangan memasuki sidang pleno. Alasannya pemohonan adalah Pasal 36 Ayat 1 dan 2 UU Pemda berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusional pemohon karena bersifat diskriminatif dan melanggar asas equality before the law.